Masih ada satu hal lagi yang saya khawatirkan, yaitu banyaknya kejadian pencopetan dan premanisme di dalam area pasar.
Dan yang pasti, biasanya sehabis pulang dari pasar tradisional, saya ada "pekerjaan" tambahan, yaitu harus mencuci alas kaki dan rok yang saya pakai untuk berbelanja di pasar tersebut.
Air kotor yang menggenangi lantai pasar, tidaklah mudah hilang jika tidak dicuci dengan bersih. Karenanya, saya seringkali merasakan lelah yang sangat setelah berbelanja kebutuhan pokok dipasar.
Tetapi saya tidak punya pilihan, karena warung-warung yang ada dilingkungan sekitar tempat tinggal saya, tidak menjual produk-produk yang saya inginkan secara lengkap. Dan kalaupun ada, maka harganya akan relatif lebih mahal. Dan seringkali produk-produk yang dijual, sudah mendekati tanggal kadaluarsa.
"Penderitaan" tersebut tetap saya jalani, mengingat saat itu masih belum ada alternatif lain, dan saya sebagai seorang pelajar masih bisa "menanganinya" dengan baik.
Dan waktupun terus bergulir, hingga ditahun '90-an, dimana mulai hadir Supermarket-supermarket disekitar Jabodetabek.
[caption id="attachment_146042" align="aligncenter" width="220" caption="(Supermarket, Sumber Wikipedia)"][/caption]
Supermarket-supermarket yang hadir, memberikan "nuansa" baru dalam keasyikan berbelanja saya.
Di era tersebut, saya mulai menerapkan pola belanja baru, dimana untuk kebutuhan bulanan atau mingguan (seperti susu, gula, dan berbagai produk awet lainnya) saya lebih senang berbelanja di Supermarket. Dan saya seringkali menggunakan kesempatan belanja di supermarket, sebagai salah satu "alternatif hiburan", sehabis lelah bekerja di kantor seharian.
Dan untuk keperluan belanja harian, seperti membeli sayuran segar, saya tetap memilih pasar tradisional, mengingat harga dipasar tradisional adalah jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga di Supermarket. Untuk menjalankan tugas penuh "tantangan" tersebut, saya biasa meminta "si mbok" pembantu saya untuk "mewakili" saya ke pasar.
Memang kehadiran supermarket cukup menohok pasar tradisional, dimana banyak kelas menengah yang kemudian beralih ke Supermarket. Tetapi menurut saya, hal tersebut janganlah dijadikan alasan untuk mematikan Supermarket, mengingat Supermarket dan Pasar Tradisional, sudah memiliki pelanggannya masing-masing.