Saya sempat khawatir bahwa hujan akan turun hingga malam hari yang jelas sekali akan menghalangi perjalanan saya berikutnya. Pasalnya, si Bapak mengatakan bahwa bis terakhir menuju Sumbawa Besar hanya ada di sore hari. Nah, lho!
Tapi untungnya, sekitar pukul 16.00, hujan sudah berangsur berhenti dan setelah menunggu beberapa menit, ada juga bis yang lewat dari Mataram menuju Sumbawa Besar. Sambil berucap salam perpisahan, saya pun beranjak menuju Sumbawa Besar dengan bis kota sederhana dengan penumpangnya yang padat.
Setibanya di Sumbawa Besar, saya menginap di salah satu rumah milik anggota komunitas Backpacker Sumbawa, yang saya kenal melalui seorang teman di Surabaya.
Nah, ini lah salah satu tips untuk menghemat pengeluaran saat melakukan solo wisata, yakni, perbanyak jaringan perkenalan di mana pun! Karena, siapa tahu kita bisa memotong anggaran penginapan saat melakukan perjalanan wisata dari pertemanan ini. Selain ada teman yang bisa diajak wisata kuliner, kita pun bisa mendapatkan informasi wisata yang lebih akurat dari penduduk asli sekitar hingga menambah teman baru di berbagai pelosok negeri.
Pulau Moyo
Semalam penuh beristirahat di Sumbawa Besar, saya sudah tak sabar keesokan harinya untuk segera menuju Pulau Moyo.
Tak jauh dari pusat kota Sumbawa Besar, kita bisa menuju pelabuhan dengan ojek motor. Perjalanan pun tak lama, sekitar 15 menit saja. Sesampainya di pelabuhan, kita akan berjumpa dengan banyak calon penumpang lainnya yang sudah siap sedia untuk menyeberang pulau lengkap dengan barang belanjaan mereka dari kota.
Nah, sebetulnya bisa juga jika ingin menyewa kapal sendiri agar lebih mudah akses ke Pulau Moyo, yakni tanpa antrian dan dengan kapal yang lebih bagus. Namun, karena saya hanya wisatawan ransel, saya memilih untuk menumpang kapal rakyat yang lebih ekonomis.
Sementara itu, jika menggunakan kapal rakyat yang tanpa sewa, jangan terkejut jika harus menjumpai barang bawaan yang sangat banyak jumlahnya meski kapalnya sesederhana kapal kayu yang sudah cukup tua.Â
Saat itu, saya bahkan sempat khawatir karena barang yang dimuat mencakup motor, kawat-kawat bangunan panjang dan banyak bahan-bahan bangunan lainnya, barang belanjaan dari pasar yang jumlahnya berkarung-karung, dan juga pastinya penumpang lainnya.
Sempat khawatir melihat penampakan kapal dan barang bawaan yang diangkut, saya sempat bertanya pada salah satu penumpang, "Itu nggak apa-apa kapalnya?". Dan si penumpang ini pun menjawab dengan santainya, "Nggak apa-apa, kok".