Bagi saya, saat saya mendengar banyak orang berbicara Bahasa Inggris di Jerman, rasanya ada yang aneh. Maklum, orang Jerman sendiri (bahkan anak muda sekalipun) sangat jarang yang mau dengan terbuka berbicara Bahasa Inggris. Hanya dalam kondisi tertentu saja, misalnya di lingkungan kampus yang kebetulan satu kelas dengan murid-murid internasional.
Selebihnya, sangat jarang saya temukan orang-orang di pertokoan maupun tempat umum yang berbicara Bahasa Inggris. Bahkan di tempat-tempat wisata di beberapa kota lainnya, seperti di Muenchen sekalipun, saya masih kerap menemukan penjual yang tetap berbicara Bahasa Jerman.
Setelah saya pikir kembali, mungkin saja atmosfir ini karena pergantian tahun. "Ah, tapi enggak juga sih. Seramai-ramainya München tetap saja terasa Jerman, tidak se-internasional Berlin", lanjut batin saya lagi.
Persiapan malam pergantian tahun baru di Berlin pun sangat tampak di beberapa titik. Sebut saja Brandenburger Tor (Branderburger Gate). Saya tak lagi bisa memasuki kawasan tersebut karena sudah ditutup untuk acara perayaan tahun baru. Alhasil, ya sudah, hanya lewat di depannya saja.
Beralih ke kawasan wisata berikutnya dan keramaian semakin terasa. Keramaiannya entah bagaimana seakan menghipnotis dengan keramahan dan tangan terbukanya. Tak sama dengan kota-kota lainnya meski masih dalam negara yang sama.
Meski harinya kelabu, Berlin tetap terasa berwarna dan membuat betah. Cuacanya dingin, tapi Berlin seakan menyambut dengan hangatnya.
Saya pikir, saya sendiri yang terhipnotis dengan sambutan hangat Berlin. Tidak tahunya, seorang teman yang sedang bersama saya juga diam-diam merasakan hal yang sama. Kebetulan dia bermukim di Mannheim, sebuah kota di dekat Kota Frankfurt.
Tak lama kami saling berpandangan, sambil saling meng-iya-kan,"Beda, ya? Pindah kesini aja kah kita tahun depan?", cetus saya tiba-tiba. Dia pun lagi-lagi mengangguk setuju.