Sorot lampu-lampu jalan menerangi sunyinya malam itu. Seorang lelaki berjaket hitam, melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Wajahnya penuh ketegangan, memancarkan amarah yang tak bisa ditahan lagi.
Radit menghentikan motornya di depan sebuah kafe. Melangkah masuk untuk menemui seseorang yang dicarinya.
"Pras!" seru Radit, suaranya menggema.
Pras menoleh, senyumnya perlahan memudar. Sebab, dia tahu alasan datangnya Radit. Pras segera bangkit dari kursinya. "Dit, Cika yang mengambil keputusan sendiri. Itu bukan salah gue!"
"Lo udah ambil segalanya dari gue. Bokap gue, kebahagiaan gue, dan sekarang.. cewek yang gue suka." teriak Radit yang kian mendekat.
Radit tak bisa menahan diri lagi. Ia melayangkan tinjunya yang langsung menghantam wajah Pras.
Seketika Pras terlempar, menghantam meja di belakangnya. Semua yang menyaksikan keributan itu mundur menjauh, namun Pras berusaha bangkit sambil mengusap darah di sudut bibirnya.
"Kalau lo mau perang, gue ngga akan mundur!"
"Gue udah muak dengan semua omong kosong lo!" Radit melangkah dan siap menghajar lagi.
Namun Pras membalas, tinjunya menyasar ke rahang Radit. Lelaki itu jatuh tersungkur, lalu kemudian berhasil bangkit. Keduanya bertarung saling hantam seolah tanpa ampun.