Pria itu mundur selangkah, "Saya.. saya ngga tau!"
Kebohongan begitu jelas terlihat di wajah pria itu. Laras tidak punya waktu untuk basa-basi. Ia melayangkan pukulan ke rahang pria itu hingga jatuh pingsan.
Laras berjalan melewati tubuh-tubuh yang tergeletak di lantai, menuju ruangan besar di tengah gudang. Di sanalah, di balik pintu besar itu, Doni pasti bersembunyi.
Ia mendorong pintu besar itu dengan kedua tangannya, dan di sana ia melihat Doni yang duduk santai di kursinya, dengan rokok menyala di bibir. Di sekelilingnya, beberapa orang bersenjata menjaganya.
Doni menoleh dan tersenyum miring saat melihat Laras. "Akhirnya kamu datang juga. Saya kira kamu sudah menyerah setelah kematian Damar."
"Kamu salah. Malam ini, aku datang untuk menuntaskan semuanya."
Doni tertawa, dan mematikan rokoknya. "Kamu pikir kamu bisa melawan kami semua? Sendirian? Kamu cuma seorang perempuan!"
Laras mengabaikan ejekan itu. Ia tahu, ini bukan soal kekuatan jumlah, tapi ketenangan dan ketepatan.
Dua pria bergerak maju, mengayunkan pentungan dan pisau. Tapi Laras lebih cepat. Ia berguling ke samping, menghindari ayunan pentungan, lalu melompat ke arah pria pertama, menendang lututnya hingga terdengar suara retakan. Pria itu jatuh, memegangi kakinya yang cedera.
Tanpa menunggu, Laras menangkap tangan pria yang satunya, menekuknya ke belakang hingga pisaunya terlepas dari genggaman. Ia menghantam pria itu dengan lutut di wajah, membuatnya roboh ke lantai.
Sisa anak buah Doni maju serentak, namun Laras tetap tenang. Ia menendang, memukul, dan menghindari serangan dengan ketangkasan luar biasa. Latihan bertahun-tahun di dojo membuat tubuhnya seolah tahu ke mana harus bergerak tanpa perlu berpikir panjang.