Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Serat-Serat Luka (2)

17 September 2024   10:28 Diperbarui: 17 September 2024   11:57 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah temannya itu pergi, Hana kembali terdiam. Perasaan bersalah mulai merayapi dirinya. Ia tahu ia tidak boleh terus larut dalam perasaan ini, tapi semakin ia mencoba melawan, semakin kuat perasaan itu menghantamnya.

Hari-hari berikutnya, Hana mencoba mengalihkan pikirannya dengan bekerja lebih keras. Ia mencoba untuk tidak terlalu sering memikirkan Aditia, namun hal itu bukanlah hal yang mudah.

Setiap kali ia melihat Aditia, hatinya kembali berdetak lebih cepat, dan ia merasa semakin sulit untuk mengendalikan perasaannya.

Sementara itu, Aditia sendiri juga mulai merasa tersiksa oleh perasaannya. Setiap kali ia melihat Hana, ia merasakan penyesalan yang mendalam. Aditia tidak bisa menghilangkan bayangan wajah Hana setiap kali mereka bertemu. Ia sadar bahwa dirinya memiliki perasaan untuk Hana, meskipun ia berusaha sekuat tenaga untuk menolaknya.

Hari itu, setelah restoran tutup Aditia memutuskan untuk tinggal lebih lama di kantornya. Ia duduk di kursinya, menatap buku evaluasi Hana yang ada di hadapannya. Pikirannya melayang ke masa lalu, ketika hubungan mereka masih baik-baik saja. Tapi ia juga tidak bisa berhenti memikirkan apa yang salah di masa lalu, apa yang membuatnya pergi dan memilih orang lain.

Di saat yang sama, Hana sedang membereskan dapur, memastikan semua peralatan bersih dan siap digunakan besok pagi. Namun, pikirannya tidak berada di sana. Ia terus menerus memikirkan Aditia, merasakan campuran antara cinta dan kebencian yang begitu kuat.

"Aku harus gimana sekarang?" Hana menghela nafas, bergumam pada dirinya sendiri.

Tanpa disadari, langkah membawa dirinya ke ruangan manajer. Hana terkejut saat menemukan pintunya sedikit terbuka. Ia ragu sejenak sebelum akhirnya mendorong pintu itu dan melihat Aditia duduk sendirian di dalam.

Mereka saling memandang untuk beberapa detik yang terasa seperti selamanya. Dalam tatapan itu, tidak ada kata-kata yang diucapkan, namun ada begitu banyak hal yang ingin mereka sampaikan.

Suara Hana memecah keheningan, "Adit, kita.. kayaknya kita harus ngomong."

Aditia pun mengangguk, "Aku tau. Duduk Han!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun