Ah, deretan tenda-tenda mungil yang menempati pelataran masjid Istiqlal tak luput dari perhatianku. Aku sempat melihat banyak jenis makanan dan minuman dijajakan. Tak hanya itu, penjual buku, pakaian dan aksesoris juga dapat ku jumpai di sana.
Dan jangan heran, jika kamu berjalan kaki untuk mencapai masjid ini, kamu akan menemukan banyak ibu-ibu yang menjajakan kantong plastik kresek. Buat apa mereka menjualnya? Tentu saja untuk menyimpan alas kakimu ketika nanti masuk ke area batas suci masjid.
Ah, untung aku selalu membawa shopping bag dalam tasku. Sehingga aku tak perlu membeli kantong plastik lagi.
Masjid Istiqlal memang memiliki banyak pintu masuk. Ada kemungkinan kamu akan masuk dan keluar dari pintu yang berbeda. Jadi, jangan harap untuk dapat meninggalkan alas kakimu begitu saja di satu pintu.
Sebelum adzan Zuhur berkumandang tadi, beberapa wanita terlihat melaksanakan sholat sunnah. Sementara yang lainnya, ada yang khusyuk memegang Al Qur'an kecil di tangannya. Bertilawah, berlomba meraih ridho Allah.
Namun banyak juga di antara mereka, yang tampak asyik menatap layar smartphone-nya masing-masing. Energi positif tempat ini membisikkan di telingaku bahwa mereka sedang membaca Al Qur'an digital.
Dari sini pula aku melihat banyak remaja bercengkrama di lantai dua masjid. Sedangkan di lantai tiga hingga lima, tampak sepi-sepi saja.
Lalu tetiba terpikir pula olehku, kira-kira ada berapa banyak marbot yang dipekerjakan di masjid ini? Mungkin saja jawabannya ada di google. Tapi sayang, aku belum sempat mencari tahu hal itu.
Tak lama, aku justru melihat seorang lelaki muda mengenakan seragam bertuliskan housekeeping di bagian punggungnya. Lelaki itu menyapu setiap sisi lantai masjid yang tidak dialasi karpet.
Aduh, aku tak sempat mengambil gambarnya. Dengan menenteng sebuah sapu dan pengki, lelaki itu cukup sigap bergerak, berpindah dari satu sisi ke sisi lainnya. Lagi pula, tak sopan juga kalau diam-diam aku memotretnya.