Sudah cukup lama Haryo termangu, duduk seorang diri pada salah satu kursi dalam kedai itu. Seiring dengan suhu kopinya yang kian menurun.
Pandangannya kosong menatap lurus ke depan sana. Dalam diamnya, segelintir adegan masa lalu diputar kembali. Bersama dialog romantikanya yang dulu, tepat di depan sana, di depan kedai itu.
Saat ini sudah hampir jam sembilan malam, tak juga ada tanda Haryo akan beranjak dari tempatnya. Aroma lembut angin malam turut membelainya dalam hening, membuatnya masih ingin berada di sana.
"Mau beli yang mana, Lon?"
"Hmm, yang mana ya..." sambil tengok kanan kiri, Alona menimbang pilihannya. "Itu deh, kentang keju."
Haryo menoleh ke arah yang ditunjuk Alona, lelaki itu mengangguk setuju. "Ayo!"
Setelah mengantre sebentar, akhirnya kentang goreng berbalut keju lumer pada sebatang tusuk panjang telah sampai di tangan mereka.
Sambil berjalan kaki menyusuri malam di sepanjang Pasar Lama kota Tangerang, Haryo dan Alona menikmati jajanannya di sela obrolan mereka.
Alona seorang gadis yang keras kepala, sementara Haryo lebih banyak mengalah. Haryo selalu mencintai Alona. Satu hal yang menjadi kesamaan mereka, keduanya sama-sama menyukai keju.
"Kamu tau ngga Lon, aku suka......"
"Suka keju? Tau kok!"
"Bukan! Aku suka banget sama kamu."
Gadis itu tersenyum menunduk malu. Kentang kejunya sudah habis lebih dulu. Ia tak menanggapi ucapan Haryo hingga lelaki itu bersuara lagi.
"Seandainya kita ketemu lebih dulu, mungkin aku ngga akan pernah nikah sama istri aku."
Lagi-lagi Alona tak bersuara, ia hanya menaikkan kedua bahunya seolah mengatakan, "Entah lah!"
Bagi mereka, tak ada malam yang lebih indah dibandingkan malam itu. Di bawah langit malam bertabur sinaran, canda tawa keduanya perlahan ditelan malam. Sampai akhirnya mereka berpisah di depan gang rumah Alona.
Tanpa pernah mereka duga, sejak malam itu keduanya tak kan pernah bertemu lagi.
Kini setelah lima tahun perpisahan itu, Haryo masih selalu merindukan Alona. Seperti yang ia lakukan malam ini, duduk melamun tak karuan di kedai yang berada di tengah kawasan Pasar Lama.
Kalau bukan karena hubungan mereka diketahui Karin, mungkin saat ini mereka masih bersama. Karena sesuatu, membuat Haryo tak dapat meninggalkan Karin istrinya.
Haryo tak pernah tahu bahwa di kejauhan sana, Alona juga masih selalu teringat padanya. Merindukannya dalam diam yang menyiksa, hingga tak pernah lagi membuka hatinya untuk lelaki lain.
Bukan maunya jatuh cinta pada suami orang. Cinta yang datang menyapa kala itu, tak sanggup ia hindari.
Berkali-kali Alona mencoba untuk menyembuhkan lukanya. Mencoba menerima kehadiran lelaki lain di hidupnya, tapi ia tak pernah berhasil. Baginya, hanya Haryo yang memahami dirinya.
Meski sadar cinta telah membuatnya bodoh, tapi kenangan terakhirnya bersama Haryo tak pernah ingin ia lupakan. Kenangan itu selalu membuatnya tersenyum sekaligus menangis. Ia selalu ingin kembali ke sana meski harus tanpa Haryo, namun langkahnya seolah tertahan untuk menginjakkan kakinya lagi di sana. Seolah langit tak mengizinkan dirinya untuk sekedar mengenang. Alona masih selalu merasa bahwa hatinya tertinggal di Pasar Lama.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H