Aditia tak pernah tahu, betapa hancurnya Hana saat tak sengaja mengetahui dirinya telah menikah tiga tahun yang lalu.Â
Padahal, Hana masih selalu berharap Aditia membalas cintanya yang sudah ia rasakan sejak sepuluh tahun lalu. Masih bagus Hana tidak jadi gila atau bahkan bunuh diri.
"Nis, tunggu Nis! Ini bukunya Hana, kamu yang bawa kesini?"
"Hmm... Iya Pak, maaf. Soalnya Mba Hana titip ke saya. Katanya, dia sibuk."
"Ini kan buku evaluasi masing-masing. Harusnya dia antar sendiri ke saya. Tolong sampaikan ke Hana, kalau sudah ngga sibuk temui saya ya."
"Ah... Jadi gitu ya? Gue harus anterin sendiri bukunya?" tanya Hana ketika Anisa menyampaikan pesan dari Aditia untuknya.
"Biasanya kan juga gitu Mba sama manajer yang dulu."
Hana menghela nafas, kali ini satu hidangan telah selesai dibuatnya. Ia pun lekas memaksakan diri memenuhi panggilan manajer baru itu.
Aditia tertegun mendapati Hana telah berdiri dengan tangan terkait di balik tubuhnya.
"Kata Nisa, kamu panggil saya?" tanya Hana dengan sikap tenangnya seolah tak pernah ada masalah apa-apa di antara mereka.
"Ya," angguk Aditia tanpa ekspresi.