"Aku jalan dulu." ucapnya datar seraya menuntun motor maticnya untuk segera keluar dari dalam pagar rumah mereka.
"Tapi Bas, kamu ada masalah apa? Kok muka kamu...?"
"Ngga ada apa-apa. Sudah ya, aku jalan."
Lagi-lagi Eva hanya dapat mengangguk, mengiyakan kalimat suaminya lalu melepas kepergiannya ke kantor. Dan tanda tanya di hati wanita itu semakin besar, bagaimana bisa hatinya merasa tenang melihat wajah murung suaminya. Padahal sejak pulang kerja kemarin malam, Baskoro masih terlihat baik-baik saja, berbincang dengannya seperti biasa.
Diam-diam Baskoro merindukan Maurin. Memendam sendiri kerinduan itu sekian lama hingga semalam Maurin hadir di dalam tidurnya. Inilah alasannya mengapa pagi itu Baskoro tampak tidak bersemangat. Dia semakin merindukan sosok mantan selingkuhannya itu. Dia terus memikirkan kabar wanita itu.
"Aku kangen kamu, Maurin. Apa kamu sudah punya pacar sekarang?" gumam Baskoro bertanya-tanya sendiri dalam perjalanannya pagi itu.
Sejujurnya sebagian sisi hatinya hancur, Baskoro masih menyimpan rasa sayangnya yang tulus untuk Maurin. Tapi kenyataan tak dapat dipungkiri dirinya juga mencintai Eva. Dan kehadiran Savira dalam keluarga kecil mereka membuat Baskoro semakin tak mampu berlari ke arah Maurin.
Akhirnya setengah hari telah berlalu seolah tanpa cahaya di mata Baskoro. Dan semesta menghendaki keajaiban terjadi, masih di hari itu.Â
Seolah dua jiwa terkoneksi dengan tepat, dari kejauhan sana wanita yang selama tiga tahun terakhir itu berjuang keras melupakan Baskoro akhirnya memberanikan diri lagi untuk menghubungi lelaki itu.
"Kamu sibuk Bas? Makan siang bareng, bisa?"
Berulang kali Baskoro membaca pesan singkat itu, yang masuk beberapa menit lalu ke ponselnya. Memastikan pesan yang diterimanya berasal dari nomor Maurin yang masih disimpannya. Tersadar dari lamunannya, lelaki itu memutuskan membalasnya.Â