Namun dengan kita melihat konsekuensi sosial yang remaja itu harapkan atau dapatkan, kemungkinan besar rehabilitasi dan sistem koreksi hukum yang berlaku bisa lebih diarahkan ke sana, agar lebih efektif dan berjangka panjang dibanding hanya memberikan konsekuensi hukuman yang tujuannya untuk "memutus perilaku sesaat" saja.
Sistem koreksi yang bisa diusahakan bisa memanfaatkan faktor protektif yang bisa dilatihkan untuk si remaja seperti misal melatih kontrol diri untuk mengendalikan ketika si remaja hendak terlibat dalam perilaku beresiko, membuat model perilaku baik selama di rehabilitasi, membangkitkan nilai-nilai positif seperti mengejar suatu prestasi dst, membangkitkan intoleransi akan penyimpangan.
Atau, jika memang "bisa", faktor protektif yang dimiliki oleh lingkungan sosial juga bisa dilibatkan sebagai, misal, melibatkan keluarga (dengan memperkuat kohesivitas keluarga), memberikan pemahaman untuk tidak mentoleransi penyimpangan pada masyarakat sekitar, dst.
Bagaimana dengan pencegahan untuk anak-anak dan remaja yang "pasti" memiliki faktor risiko yang di katakan oleh Jessor namun belum melakukan kenakalan itu?
Kembali pada faktor protektif yang bisa dimaksimalkan: Keluarga dan lingkungan memiliki peran sentral bagi si anak.
Jika sebagai significant other kita bisa memberikan hal ini, maka sebaiknya silakan dibangun.
Namun jangan lupa, bahwa faktor protektif dalam diri juga sangat penting peranannya melalui penanaman nilai dan moral anak sejak kecil secara benar dan tanpa pemaksaan.
***
DAFTAR PUSTAKA:
Jessor, R. (1991). Risk Behavior in Adolescence: A Psychosocial Framework for Understanding and Action. Journal of Adolescent Health , 597-605.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H