Akhir akhir ini. Makin banyak manusia
Yang berbicara dengan bahasa yang kabur. Abu-abu
Bahasa yang tak berdasarkan hati dan nurani
Bahasa yang hanya dimengerti oleh kepentingan diri
Terganggu karenanya. Aku memilih menjadi air
Yang mengalir meresap. Kedalam tanah diam-diam
Bergabung bersama akar. Yang bernama dikotil dan monokotil.
Bersama mereka aku merasa lebih memahami bahasa-bahasa semesta
Seperti, bagaimana humus memanjakan tanah. Menjadikannya subur berguna
Dengan menjadi air, banyak pemahaman yang mampu kuurai
Semisal ketika aku mencintai seseorang. Bukan hanya bicara cinta yang tunggal
Yang tak siap untuk tanggal
Yang tak siap untuk kalah
Ada kalanya cinta menjadi gaduh ketika berada dalam pilihan diam
Diam yang bukan tenggelam
Air tak mempermasalahkan akan meresap di celah bumi yang mana
Yang tandus, kah ?
Yang lembab, kah ?
Air tak membutuhkan bahasa. Terlebih bahasa yang kabur
Pun demikian cinta. Tak membutuhkan angka-angka
*merdeka di tanggal 24 Sep. 18
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H