Tiba-tiba muncul pak Frans, dia adalah guru agamaku. Bersamanya ada dua orang polisi yang usianya sekitar 40tahunan.
Papi kebingungan saat salah seorang polisi memborgol kedua tangannya “Anda kami tahan karena perbuatan tidak senonoh pada putri anda”
“Tapi, Pak” Papi berontak dan menolak kedua tangannya di borgol.
Saat Papi meronta-ronta membela dirinya karena merasa tak bersalah, Pak Frans dan mami Lena membawaku menyingkir dari ruang makan, membawaku ke kamar.
Rupanya beberapa minggu ini Mami Lena mengungkapkan sikapnya Papi yang dianggapnya sudah keterlaluan memperlakukanku pada Pak Frans. Dan atas desakan dari Pak Frans, Mami Lena memberanikan diri mengadukan hal ini ke pihak polisi. Harapannya agar Papi berhenti menodaiku terus menerus.
“Adeth, gunakan ini di kamar mandi. Caranya baca di petunjuk bagian belakang, ya” Pak Frans menyerahkan sebuah bungkusan kecil yang biasa dipergunakan sebagai alat test kehamilan.
Aku menurutinya. Tak berapa lama aku keluar dari kamar mandi dengan membawa sebuah stick kecil dengan simbol “+”
Dengan tangan bergetar, aku menyerahkannya pada Mami Lena. Mami Lena terlihat lemas. Pak Frans menarik nafas dalam-dalam.
“Papimu sudah sangat berdosa padamu, Adeth. Dan sekarang buah dosanya harus kau tanggung sendirian”
Aku terdiam.
Aku menangis sejadinya. Ada kekosongan dalam hati yang tak bisa kujelaskan.