Tak terasa usiaku kini 12 tahun dan Papi makin sering menemaniku tidur. Menemani sambil sesekali mengigit-gigit bibirku sembari meremas-remas dadaku.
Aku merasa geli dan sangat aneh pada sikapnya, tapi aku diam saja. Tidak meronta. Tidak berteriak.
Saat hendak melawan aku teringat ucapan guru agamaku, “...melawan orangtua adalah perbuatan dosa..” Dan jadilah aku diam saja, tak melawan gigitan bibir Papi dan remasan tangan Papi di dadaku.
Aku takut berdosa jika melawan Papi, orangtuaku.
***
Hari ini usiaku 15 tahun. Dan hari ini juga aku mendapatkan haid pertamaku. Setelah semalam Papi mengigit-gigit bibirku dan meremas-remas dadaku.
Mami Lena tidak pernah tahu akan hal ini. Karena mungkin baginya wajar saja jika ada seorang papi menemani tidur anak perempuannya.
“Mamiiiiiii Lenaaa!!!!” jeritku histeris saat bangun tidur dan menemukan ceceran darah di sprei. Mami Lena tergopoh-gopoh naik ke lantai 2, lantai kamarku berada. “Ada apa, Adeth?!” tanyanya tak kalah histeris. Aku hanya menunjuk bercak darah di spraiku. Dan Mami Lena tersenyum tak mengatakan apapun.
“Laksmiiiiii, kamu tolong keatas, ya, ganti spreinya nona Adeth. Dia bocor” Mami Lena berteriak memanggil Laksmi. Pembantuyang usianya 5 tahun di atasku. Dan aku masih kebingungan dengan bercak darah di sprai juga ucapan Mami Lena tentang “Bocor” Apanya yang bocor, tanyaku dalam hati.
“Duh anak mami, sudah besar, ya, sekarang. Sudah mens” Mami Lena berujar sambil mengelus rambutku.
Aku diam tak ingin mencari tahu maksud ucapannya. Memilih menyimpannya dalam hati. Semakin hari sikapku makin mirip mamiku, Bernadeth. Lebih memilih diam dan tak mau banyak bertanya. Dan atas sikapku yang seperti ini, Papi semakin sayang padaku. Semakin sering mengunjungiku.
Semakin Papi menyayangiku, aku semakin takut melawannya. Semakin takut berdosa, melawan orang tua.
***