Semenjak bangun tidur, Lissa masih saja memandangi sekeliling ruang kamarnya. Posisi kamar ini tepat di bagian belakang rumah dan bersampingan dengan dapur. Jika bude sedang memasak, semua asap dan aroma masakannya selalu beralih ke kamar Lissa dan membuatnya batuk-batuk. Seperti pagi ini, aroma nasi goreng memenuhi ruang kamar.
Sesekali Lissa mencium aroma tidak sedap mengelilingi ruangan dan lantai, ternyata semua sampah dan limbah rumah tangga mengalir dari selokan yang ada di bawah kamarnya.
Suasana kamar tanpa jendela dan ventilasi ini akan semakin panas jika tidak menggunakan kipas angin. Jika malam tiba, tikus berkeliaran dan sesekali menampakkan diri di atap kamar. Satu hal lagi, nyamuk suka tempat terpencil yang penuh dengan barang-barang tidak terpakai seperti sepetak kamar ini.
"Namonyo jugo numpang, yo yg sabar, Lis". Sudah berkali-kali Lissa mengadu perihal keadaan kamar yang ditinggalinya, tetapi Mak juga mengulangi jawaban yang sama.
Nikmatnya di rumah ini tidak ada tugas berat yang harus dikerjakan, Lissa hanya perlu menuruti perintah kakak laki-laki ibunya, yang memiliki istri sedikit cuek juga jarang sekali tersenyum.
***
Lissa segera beranjak dari kasur yang selalu membuat punggungnya terasa sakit ketika bangun tidur. Ia bergegas menggunting beberapa kertas warna-warni dengan ukuran sedang yang baru saja dibelinya kemarin sore, waktunya untuk mengabsen mimpi-mimpi di dinding.
Beberapa mimpi sudah aku tempelkan, mari mewujudkannnya.
 Lissa menyebutnya dinding pelukis mimpi, setiap menginginkan sesuatu ia selalu menyebutnya mimpi meski hanya hal-hal sepele.
Pernah suatu ketika beberapa teman kampus menyambangi kamarnya, mereka tersenyum sinis sambil beradu pandang setelah membaca sebuah kertas di dinding, tepat di atas pintu kamar Lissa.