"Kalau pake motor jam 8 sudah tiba di sini," kata Mama Iyai dengan bahasa daerah Mee logat Mapia.
Orang-orang Mee di Mapia berbicara dengan menggunakan dua logat. Sebagian berbahasa
Kamuu, sebagian lainnya berbahasa Mapia.
Tentu Mama Iyai tak menumpangi kendaraan secara gratis. Dia harus membayar ongkos
mobil seharga Rp 200 ribu. Jika menumpangi mobil dari Magode ke Moanemani biasanya mama-mama Papua ini membayar Rp 50 ribu per orang. Mereka harus membayar Rp 100 ribu per orang jika menumpangi motor.
"Itu harga tetap. Tidak kurang dan tidak lebih," ujarnya.
Jika dihitung-hitung, ongkos pulang-pergi dengan mobil ke Moanemani harus menghabiskan Rp 100 ribu. Begitu pula jika menumpangi motor. Dirinya bersama mama Papua lainnya
harus menghabiskan Rp 200 ribu tiap hari pulang-pergi ke pasar. "Jadi ukur-ukur dengan hasil jualan yang kami dapat, yang untung hanyalah Rp 25 ribu saja," ujarnya.
Begitu tiba di depan kantor wakil rakyat Kabupaten Dogiyai pada pukul 9 pagi, Mama Martina Iyai langsung menggelar lapak jualan.
Hasil jualannya setiap hari memang tak menentu. Terkadang hanya mendapatkan Rp 200 ribusehari. Pendapat sebesar itu tak surutkan semangatnya. Dia tekun menjual hasil kebunnya ini sejak tahun 2008. Dia bahkan dapat membiayai keluarga dan pendidikan anak-anaknya.
Tak hanya itu, sesampai di Moanemani, Mama Iyai harus menunggu hasil-hasil kebun itu laku terjual. Setelah hasil kebun laku terjual, dia harus melanjutkan pekerjaan lainnya, menjual noken.