Dogiyai Sore menjelang malam, Mama Martina Iyai menyiapkan hasil kebunnya untuk dijual ke kota. Udara di ibu kota Kabupaten Dogiyai, Papua, petang itu menusuk kulit. Namun Mama Iyai tak sedikit pun menggigil. Ia melawan dingin dengan menyalakan api.
Kehangatan menenami Mama Iyai di sekitar tungku apinya. Keasyikannya merapikan hasil kebun di sekitar tungku api pada Selasa, 26 April 2022,
petang itu, membuat Mama Iyai lupa memasak makan malam. Kacang tanah, ubi, keladi, sayuran dan hasil kebun lainnya masih tertata apik bak gelaran jualan di pasar.Butuh empat sampai lima bulan tiap tahun baginya untuk mendapatkan hasil-hasil kebun sebanyak itu. Kelak jualannya dijual di depan kantor DPRD Dogiyai di Moanemani. Setiap hari dia harus berangkat pada pukul 6 pagi dari kampung halamannya di Kampung
Magode, Distrik Mapia, menuju kantor DPRD Dogiyai di Moanemani. Perjalanan sejauh 40 kilo dari Kampung Bagode membuatnya harus tiba pada pukul 9 atau
pukul 10 pagi waktu Papua, di Moanemani. Perjalanan ke pasar tak selalu mulus. Ia harus berjalan kaki melalui Kampung Abaimaida,
Dawaikunu, dan Kampung Bomamani Kalikasuari, hingga tiba dua sampai empat jam
kemudian di Moanemani. Kadang-kadang dia menumpangi mobil atau motor. Kadang-kadang juga berjalan kaki.
"Kalau saya dapat mobil di jalan masuk Kampung Magode, Distrik Mapia Kabupaten
Dogiyai, kalau penumpang dari Kali Teuw penuh berarti saya tunggu mobil kedua. Jadi, tiba di sini jam 10 pagi," kata Mama Iyai.
Berbeda jika dirinya menumpangi motor ke Moanemani. Dia tiba di kota ini lebih cepat.