Hak, tugas dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan adalah sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Al-Hadist. Allah telah berbuat adil dalam memposisikan perempuan dan laki-laki sesuai dengan keberadaan dan kodratnya  masing-masing. Jika menurut Kyai mustaqim antara laki-laki dan perempuan masih dideferensiasikan masalah kodrat yang sifatnya langsung dari Allah dan sifatnya tetap, hal ini berbeda dengan pendapat mengenai gender oleh Kyai Asikin,  beliau adalah pengasuh pondok pesantren Raudlatut Thalibin Semarang.Â
Menurut pandangan beliau, bahwa perbedaan laki-laki dan perempuan dengan sifatnya masing-masing bukanlah kodrat, namun perbedaan itu lebih disebabkan oleh bentukan budaya. Dengan demikianlah laki-laki memiliki sifat yang kuat dan rasional serta sifat perempuan yang lemah dan emosional merupakan bentukan budaya dan tidak semata-mata kodrat manusia.
Dan beliau juga tidak mengungkapkan tentang bagaimana memahami Al-Quran dan Hadist yang berkaitan dengan gender. Secara tersurat kyai dalam mengakui adanya kultur yang berbeda dan dinamis. Menurut beliau, sikap yang seperti ini sangat mendorong terwujudnya keadilan gender. Dengan demikian, secara tersirat berarti kyai dalam memahami Al-Qur'an maupun Hadits berkaitan dengan gender tidak hanya texstual namun juga diperhatikan konteks sosiokulturnya.
Prinsip-prinsip mengenai kesetaraan gender juga dibahas dalam agama islam, prinsip-prinsip yang diadopsi tidak lepas dari dasar agama yakni Alqur'an dan Al-Hadits, beberapa variabel yang dapat digunaan sebagai standart untuk menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan gender.
- Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba.
Tujuan manusia diciptakan tidak lain dan tidak bukan hanya untuk beribadah kepada Tuhan. Dalam hal beribadahpun tidak ada ketetapan dan ketentuan yang memojok pada ranah deferensiasi kelamin. Kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan, keduanya memiliki potensi dan bisa mendapat potensi untuk menjadi hamba yang ideal. Dalam kitab suci umat islam, Al-Qur'an menegaskan bahwa hamba yang paling ideal adalah para muttaqun(orang taat dengan ajaran Tuhan).
- Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi
Peluang untuk meraih prestasi yang supermaksimum tidak ada pembedaan untuk keduanya, baik laki-laki dan perempuan maupun sebaliknya. Ayat-ayat Al-Qur'an menjelaskan bahwa untuk mencapai puncak potensi personal, maupun karir prodesional, tidak mesti dimonopoli oleh salah satu status kelamin.Â
Baik laki-laki maupun perempuan bisa mencapai titik tertingi dalam pencapaian kesuksesan dengan usaha yang mereka ikhtiyarkan. meskipun dalam realita masyarakat, konsep ini membutuhkan tahapan dan sosialisasi, karena masih banyak terdapat sejumlah kendala, terutama budaya yang sudah terlalu melebur dan menyatu dengan masyarakat.
Secara religius kaum laki-laki dan perempuan memiliki persamaan yang mutlak, namun kenetralan Al-Qur'an kemudian berubah menjadi keberpihakan ketika manusia dengan keterbatasanya mencoba menafsirkan ajaran yang diembanya. Maka muncullah berbagai macam penafsiran, terlebih berkaitan dengan persoalan gender yang pada akhirnya banyak memunculkan ketidakadilan gender.
Salah satu obsesi Al-Qur'an yakni terwujudnya keadilan didalam masyarkat. Keadilan dalam Al-Qur'an mencangkup segala segi kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Karena hal tersebut al-Qur'an tidak mentolelir sedikitpun masalah yang berkaitan dengan penindasan, baik penindasan kelompok, jenis kelamin, budaya, etinis, suku, dan agama.Â
Al-Qur'an tidak memberikan beban gender secara mutlak dan kaku kepada sesorang tetapi bagaimana agar bias gender itu dapat memudahkan manusia memperoleh tujuan hidup yang mulia, di dunia dan di akhirat.
Dari landasan prinsip diatas, Al-Quran yang menjadi landasan untuk beragama dan bernegara orang islam, oleh karena itu Al-Qur'an pula yang dijadikan dasar para kyai maupun pemahaman pesantren mengenai masalah gender.