Mohon tunggu...
Nova Pebriani Lubis
Nova Pebriani Lubis Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan program studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Marsuo Holong Na Mago (Menemukan Cinta yang Hilang)

29 Oktober 2024   15:27 Diperbarui: 29 Oktober 2024   15:53 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Marsuo Holong Na Mago

(Menemukan Cinta yang Hilang)

Ucok melangkah pelan, menahan lelah setelah seharian bekerja. Matanya yang lelah menatap rumah kecil yang ditempatinya bersama Siti dan Tagor. Rumah itu sudah mulai reyot, dinding yang terbuat dari bambu sudah mulai rapuh, lantainya dari papan yang sebagian sudah lapuk begitu pun dengan genteng nya yang sudah banyak bocor. Siti dan Tagor menunggunya di ruang tamu, dengan wajah polos mereka yang penuh harapan. Meski hidup serba kekurangan, Ucok selalu berusaha menutupi kekhawatirannya agar adik-adiknya tetap bisa tersenyum.

Malam itu, setelah makan malam sederhana, Siti yang duduk di samping Ucok menatapnya penuh tanya.

Siti: "Bang, aso inda unjung umak mulak? Songonon ma ita langa bang saleleng na?."

Ucok: menatap adiknya dengan tenang "Inda dong na bisa hita baen anggi, umak mangaranto, ayah inda parduli tu hita be, songoni juo halak ompung. Ulang lupa ho mandoaon umak da anggi anso ipas umak mulak, so adong na pature  hita." ucap nya dengan suara putus asa

Ucok tidak ingin Siti dan Tagor tahu bahwa sebenarnya ia pun tak tahu apakah ibu mereka akan kembali. Sudah hampir dua tahun sejak ibu mereka pergi merantau setelah bercerai, meninggalkan mereka bertiga. Tak ada kabar, tak ada kiriman apa pun. Ayah mereka pun hilang begitu saja setelah perceraian. Keluarga besar, baik dari pihak ayah maupun ibu, memilih tidak ikut campur dalam urusan mereka, membiarkan ketiga anak ini hidup seadanya.

Beberapa hari kemudian, mereka pun pergi ke pasar untuk membeli peralatan sekolah untuk Siti dan Tagor. Setelah sampai di pasar, mereka tidak sengaja bertemu dengan Etek Faridah, adik tiri ibu mereka. Faridah dikenal sebagai perempuan yang lembut dan penyayang. Ia dulu kerap dijahati oleh ibu Ucok karena berasal dari ibu yang berbeda. Meski begitu, ia selalu menyimpan rasa peduli pada ketiga keponakannya yang malang.

Etek Farida: melihat mereka dengan tatapan terkejut "O inang, anak nisi Sahat do ho inang? Mirip hu ida rupo mu rap si Sahat." Seraya merangkul Siti dengan lembut.

Siti:"Olo Etek, ayah ku mai si Sahat i." ucapnya bingung.

Ucok yang mendengar suara itu segera menoleh, dan betapa terkejutnya ia saat melihat Etek Farida berdiri di sana, menatap mereka penuh kasih.

Ucok: "Etek, etek Farida do kan? Aso inda unjung ro etek mangaligi hami?."

Etek Farida: menghela napas panjang "Olo amang, Etek Farida do on. Inda unjung etek lupa tu hamu mang, mancit ate-ate ni etek mangida hamu songonon mang." matanya berkaca-kaca

Ucok mengernyitkan alis, merasa haru tapi juga bingung mengapa selama ini keluarga mereka seakan lepas tangan.

Ucok: "Etek, aso kehe umak mangaranto? Ayah pe maninggalkon hami? Aso inda dong sada keluarga pe na paduli tu hami?." suara nya bergetar dan mata nya berkaca-kaca.

Etek Faridah: tersentak, merasa tersentuh oleh kesedihan Ucok "Baya amang, na dangol ma hangoluan namu sannari, inda bisa etek amang mangida hamu songonon baya mang, inda tarurus hamu baya jadina."

Etek Faridah menyeka air matanya. Ia tahu ibu Ucok tidak pernah benar-benar menerimanya karena latar belakang keluarga mereka yang rumit, tapi ia tetap merasakan kasih sayang yang besar untuk ketiga anak ini. Dengan mata berkaca-kaca, ia memutuskan untuk menawarkan sesuatu.

Etek Faridah: "Ucok, dohot etek ma hamu tinggal da mang, so adong mangurus hamu, inda bisa etek mangida hamu malarat mang, anso bisa etek manjago hamu na tolu."

Ucok: terdiam sejenak, menahan haru "Etek, inda langa manyusahkon hami dietek molo tinggal hami rap etek?."

Etek Faridah: "Inda amang, inda manyusahkon hamu di etek, malahan sonang do roa ni etek bisa mangurus hamu na tolu mang."

Ucok berpikir sejenak, hatinya terasa berat untuk menurunkan harga dirinya. Namun, mengingat adik-adiknya, ia tahu ini adalah kesempatan untuk memberikan mereka kehidupan yang lebih baik.

Beberapa hari setelah percakapan itu, Ucok, Siti, dan Tagor pindah ke rumah Etek Faridah. Rumah sederhana tapi nyaman itu jauh lebih baik dari yang mereka tinggali sebelumnya. Di rumah ini, mereka mendapat tempat yang layak, makan teratur, dan merasakan kasih sayang yang tulus dari seorang Etek yang selama ini dianggap jauh.

Suatu malam, Etek Faridah duduk bersama ketiga anak itu setelah makan malam. Siti dan Tagor bermain di lantai, sementara Ucok duduk berseberangan dengan Etek Faridah. Ucok merasa sedikit kikuk.

Etek Faridah: "Ucok, sannari ma aman hamu dison mang. Sannari inda sada-sada hamu be da mang. Madung adong ma Etek dongan ni hamu."

Ucok: mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca "Olo etek, au pe sebelum nai inda pala gok au marharap. Tapi marsyukur do hami bisa marsuo dohot etek"

Etek Faridah: tersenyum "Inda mua i amang, dison ita sude keluarga, mudah-mudahan jadi berkah tu hita sudena."

Siti yang mendengar itu menghampiri Bibi Rosma dan memeluknya erat. Dalam hati, ia merasa kehangatan yang lama hilang kini kembali ia rasakan.

Siti: "Etek, tarimo kasi madung ra etek manarimo ami di bagas ni etek on. Sannari  ma adong na pature hami na tolu." dengan air mata yang membasahi kedua pipi nya.

Tagor: ikut memeluk Bibi Rosma "Etek, sannari hami maraso maruntung adong etek.''

Etek Faridah membalas pelukan kedua anak itu dengan lembut, mengusap kepala mereka sambil menahan air mata.

Etek Faridah: "Ingot ma amang inang, bahaso, dison hita angkan hidup songon keluarga dohot angkan na manjago do hita satu sama lain da amang, inang." 

Sejak hari itu, ketiga anak itu hidup lebih tenang dan bahagia di rumah Etek Faridah. Meskipun masa lalu mereka penuh dengan cobaan dan luka, di sini mereka menemukan keluarga yang tulus, membawa harapan baru yang selama ini mereka impikan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun