Suatu malam, Etek Faridah duduk bersama ketiga anak itu setelah makan malam. Siti dan Tagor bermain di lantai, sementara Ucok duduk berseberangan dengan Etek Faridah. Ucok merasa sedikit kikuk.
Etek Faridah: "Ucok, sannari ma aman hamu dison mang. Sannari inda sada-sada hamu be da mang. Madung adong ma Etek dongan ni hamu."
Ucok: mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca "Olo etek, au pe sebelum nai inda pala gok au marharap. Tapi marsyukur do hami bisa marsuo dohot etek"
Etek Faridah: tersenyum "Inda mua i amang, dison ita sude keluarga, mudah-mudahan jadi berkah tu hita sudena."
Siti yang mendengar itu menghampiri Bibi Rosma dan memeluknya erat. Dalam hati, ia merasa kehangatan yang lama hilang kini kembali ia rasakan.
Siti: "Etek, tarimo kasi madung ra etek manarimo ami di bagas ni etek on. Sannari  ma adong na pature hami na tolu." dengan air mata yang membasahi kedua pipi nya.
Tagor: ikut memeluk Bibi Rosma "Etek, sannari hami maraso maruntung adong etek.''
Etek Faridah membalas pelukan kedua anak itu dengan lembut, mengusap kepala mereka sambil menahan air mata.
Etek Faridah: "Ingot ma amang inang, bahaso, dison hita angkan hidup songon keluarga dohot angkan na manjago do hita satu sama lain da amang, inang."Â
Sejak hari itu, ketiga anak itu hidup lebih tenang dan bahagia di rumah Etek Faridah. Meskipun masa lalu mereka penuh dengan cobaan dan luka, di sini mereka menemukan keluarga yang tulus, membawa harapan baru yang selama ini mereka impikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H