Raja tak berkata apa-apa. Ia merenungi ucapan Laras. Apa yang dikatakannya memang benar. Selama ini Raja tidak pernah memikirkan orang lain dan hanya mementingkan diri sendiri. Raja Daniswara tidak peduli pada kesulitan orang lain. Ia selalu marah-marah dan menjatuhkan hukuman seenaknya. Raja Daniswara kembali teringat ucapan ayah dan ibunya. Mereka menamainya Daniswara dengan harapan ia menjadi Raja yang mulia dan masyur.
"Ayah, Ibu, maafkan aku ...," lirihnya.
Raja pun menatap Laras yang masih berdiri mematung di hadapannya.
"Siapa namamu? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya," tanya sang Raja.
"Saya ... Laras, Baginda. Petugas dapur baru di sini."
"Terima kasih, Laras. Kau sudah mengingatkan aku," ucap Raja.
Laras menghela napas lega, matanya berkaca-kaca.
Raja pun pergi meninggalkan dapur istana. Beberapa hari setelah kejadian itu, tidak tampak lagi wajah-wajah ketakutan. Semua orang di istana terlihat ceria dan semangat untuk bekerja.
Laras kini mendapat kesempatan untuk belajar di sekolah masak istana. Itu berarti ia sudah dekat dengan mimpinya menjadi koki hebat. Langit sore tampak cerah. Suasana Istana pun begitu damai karena dipimpin oleh Raja yang bijaksana.
NB : Untuk membaca karya peserta lain silakan menuju akun Fiksiana Community http://www.kompasiana.com/androgini
Silakan bergabung di grup FB Fiksiana Community