"Raja Daniswara akan marah besar bila makanannya datang terlambat. Apa yang ia minta harus dituruti saat itu juga. Jika tidak, Raja tak segan-segan untuk menjatuhkan hukuman," jelas Pak Dimas.
Tidak ada yang memberitahunya tentang hal itu. Hmm ... Laras harus lebih cermat dan hati-hati agar tidak kena marah Raja Daniswara.
Beberapa hari kemudian, dapur istana kembali disibukkan oleh pesanan sang Raja. Seharusnya, menu makan siang hari ini adalah sayur asam, tempe bacem, telur puyuh, dan aneka camilan. Tetapi Raja ingin yang lain. Ia minta dibuatkan nasi kuning dan ikan nila goreng.
"Laras, siapkan rempah-rempah!" seru Pak Dimas.
"Anindya, potong ikan!"
"Baik, Pak," ucap mereka serempak.
Ketika hendak mulai bekerja, Laras kebingungan. Tidak ada pisau sama sekali di mejanya. Pinjam teman? Ah, tak mungkin. Mereka juga sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Oh, kemana pisau-pisau itu? Kalau makanannya tidak segera dibuat, Raja Daniswara pasti akan marah. Laras pun mencari pisau disetiap sudut dapur. Tidak ada. Mungkin ... ia harus mencari di luar dapur. Ruang makan dan ruang perlengkapan segera ia telusuri. Tak ada pisau satu pun. Saat ia melewati aula, Laras melihat sebuah pisau dalam kotak kaca. Daripada kena marah Raja karena terlambat menyajikan makan siang, ia cepat-cepat mengambil pisau itu.
"Laras, kau darimana?" tanya Pak Dimas.
"Cepat siapkan rempahnya!"
Ia bergegas mengupas kunyit dan rempah-rempah lain lalu menyerahkannya pada Pak Dimas untuk diracik menjadi bumbu.
Teng ... tong ... jam berdentang dua kali. Saatnya makan siang.