Mohon tunggu...
Dian Novandra
Dian Novandra Mohon Tunggu... -

Anak pertama dari dua bersaudara

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

[FFA] Pisau Raja Daniswara

19 Oktober 2013   10:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:19 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Dian Novandra (No. 385)

"Selamat datang di dapur istana, Laras. Tugasmu adalah menyiapkan rempah-rempah," jelas Nyai Kinasih, Kepala Pelayan.

"Baik, Nyai," ucapnya.

"Selain bagian rempah-rempah, di sini juga ada bagian potong sayur, daging, ikan, dan potong buah," lanjutnya.

Laras mendengarkan ucapan Nyai Kinasih sambil memperhatikan sekelilingnya. Dapur yang bersih dan rapi, batin Laras.

"Selamat bekerja, Laras. Lakukan tugasmu sebaik mungkin," pesan Nyai Kinasih lalu pergi meninggalkan Laras.

"Terima kasih, Nyai."

Ia pun bergegas menuju tempat rempah-rempah. Wah, dapur istana sungguh luas. Bermacam rempah, buah dan sayur tersedia. Daging dan ikan ditempatkan khusus agar kondisinya tetap baik dan segar. Laras senang berada di tempat itu. Dengan bekerja di dapur istana, ia bisa melihat secara langsung Koki Istana memasak makanan untuk Raja dan warga istana lainnya. Ia berharap suatu saat bisa menjadi tukang masak yang hebat.

"Selamat datang, Laras. Aku Citra yang bertugas memotong sayur mayur," sambut seorang gadis berambut panjang.

"Aku Anindya, bertugas di bagian potong daging dan ikan. Ini saudara kembarku, Anindita, tugasnya memotong buah," kata gadis berwajah bulat itu ramah.

"Salam kenal, teman-teman," balas Laras.

"Kau petugas dapur baru, ya?" seseorang bertanya tiba-tiba.

"Eh ... benar, Tuan. Kenalkan, nama saya Laras," ia mengulurkan tangan.

"Salam kenal, Laras. Aku Pak Dimas, Koki di sini," lelaki berkumis itu tersenyum ramah sambil menjabat tangan Laras.

Ia pun bercerita panjang lebar tentang makanan kesukaan Raja, cara memilih bahan yang segar, dan resep masakan. Laras jadi kagum padanya. Meskipun sudah jadi koki andal, Pak Dimas tetap rendah hati dan mau berbagi ilmu.

Ketika tengah bercakap-cakap, tiba-tiba seorang pelayan menghampiri mereka.

"Buatkan kolak pisang untuk Raja sekarang!" serunya.

"Baiklah. Anindita, cepat potong bahan-bahannya!" perintah Pak Dimas.

Ia langsung mengambil pisau kemudian memotong pisang dan kolang kaling dengan sigap.

"Cepatlah!" si Pelayan makin panik.

Anindita menyerahkan buah yang telah dipotong pada Pak Dimas. Tangan lelaki berkumis itu lincah mengolah bahan-bahan. Pak Dimas sungguh cekatan. Pantas saja ia jadi Koki Istana. Aroma kolak pisang menggugah selera. Pak Dimas segera menyajikan kolak dalam mangkok berwarna cokelat. Pelayan yang sejak tadi menunggu dengan cemas, kini tersenyum lega. Ia pun mengucapkan terima kasih pada Pak Dimas dan bergegas meninggalkan dapur.

"Kenapa pelayan itu kelihatan cemas sekali, Pak?" Laras penasaran.

"Raja Daniswara akan marah besar bila makanannya datang terlambat. Apa yang ia minta harus dituruti saat itu juga. Jika tidak, Raja tak segan-segan untuk menjatuhkan hukuman," jelas Pak Dimas.

Tidak ada yang memberitahunya tentang hal itu. Hmm ... Laras harus lebih cermat dan hati-hati agar tidak kena marah Raja Daniswara.

Beberapa hari kemudian, dapur istana kembali disibukkan oleh pesanan sang Raja. Seharusnya, menu makan siang hari ini adalah sayur asam, tempe bacem, telur puyuh, dan aneka camilan. Tetapi Raja ingin yang lain. Ia minta dibuatkan nasi kuning dan ikan nila goreng.

"Laras, siapkan rempah-rempah!" seru Pak Dimas.

"Anindya, potong ikan!"

"Baik, Pak," ucap mereka serempak.

Ketika hendak mulai bekerja, Laras kebingungan. Tidak ada pisau sama sekali di mejanya. Pinjam teman? Ah, tak mungkin. Mereka juga sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Oh, kemana pisau-pisau itu? Kalau makanannya tidak segera dibuat, Raja Daniswara pasti akan marah. Laras pun mencari pisau disetiap sudut dapur. Tidak ada. Mungkin ... ia harus mencari di luar dapur. Ruang makan dan ruang perlengkapan segera ia telusuri. Tak ada pisau satu pun. Saat ia melewati aula, Laras melihat sebuah pisau dalam kotak kaca. Daripada kena marah Raja karena terlambat menyajikan makan siang, ia cepat-cepat mengambil pisau itu.

"Laras, kau darimana?" tanya Pak Dimas.

"Cepat siapkan rempahnya!"

Ia bergegas mengupas kunyit dan rempah-rempah lain lalu menyerahkannya pada Pak Dimas untuk diracik menjadi bumbu.

Teng ... tong ... jam berdentang dua kali. Saatnya makan siang.

"Apa makanan untuk Raja sudah siap, Pak Dimas?" seorang pelayan bertanya.

"Sebentar lagi," jawabnya.

"Cepat, Pak!" desak si Pelayan.

Tak lama, ikan nila goreng dan nasi kuning siap untuk disajikan. Pelayan itu buru-buru membawanya. Baru sampai pintu dapur, langkah si Pelayan terhenti. Raja berdiri di ambang pintu dengan tatapan marah.

"Pengawal, cepat periksa ruangan ini! Temukan pisauku segera!" perintah sang Raja tiba-tiba.

Tiga orang pengawal mulai bergerak.

"Kami menemukan pisau itu, Baginda," seorang pengawal menyerahkan sebuah pisau pada Raja.

"Pisau itu ada di tempat rempah-rempah," timpal pengawal lain.

Mendadak Laras jadi cemas. Itu pisau yang ia gunakan untuk memotong kunyit dan rempah-rempah lainnya. Ada apa dengan pisau itu? Laras bertanya-tanya dalam hati.

"Siapa yang sudah memakai pisau ini?!" teriak Raja.

Suasana hening. Mata Raja memperhatikan petugas dapur satu per satu.

"Angkat tangan kalian!" perintahnya kemudian.

Laras dan petugas dapur lain menurut. Raja pun memeriksa tangan mereka. Ia ingin tahu siapa yang bertugas memotong rempah hari ini. Untuk membuat makan siang Raja, dibutuhkan kunyit. Baginda tentu mencari orang yang telapak tangannya kuning karena kunyit. Ternyata ada dua orang yang telapak tangannya berwarna kuning yaitu Laras dan Pak Dimas. Raja kembali berpikir. Hmm ... Pak Dimas adalah seorang koki, tugasnya memasak dan meracik bumbu. Tidak mungkin dia ada di tempat rempah-rempah.

"Kau memakai pisau ini, bukan?" Raja kemudian mendekati Laras.

Laras masih diam. Keringat dingin membasahi tubuhnya.

"Ya ...  Raja. Me ... memang saya yang memakainya," ucapnya takut-takut.

Semua mata tertuju pada Laras. Raja kelihatan geram.

"Ini adalah pisau peninggalan Raja Ming dari Cina. Kenapa kau begitu berani menggunakannya tanpa izin?!" nada suara Raja tinggi.

"Kau tidak pantas bekerja lagi di istana!"

"Ampun, Baginda. Saya ... saya hanya tidak ingin membuat Raja menunggu lama," katanya pelan.

"Apa maksudmu?" Raja menatapnya tak mengerti.

"Baginda selalu marah apabila makanan datang terlambat, bukan? Tadi ketika hendak memotong rempah-rempah untuk membuat makan siang Baginda, saya tidak menemukan pisau dimanapun. Saya mencari keluar dapur, dan hanya pisau itulah yang saya temukan," Laras tertunduk.

Raja tak berkata apa-apa. Ia merenungi ucapan Laras. Apa yang dikatakannya memang benar. Selama ini Raja tidak pernah memikirkan orang lain dan hanya mementingkan diri sendiri. Raja Daniswara tidak peduli pada kesulitan orang lain. Ia selalu marah-marah dan menjatuhkan hukuman seenaknya. Raja Daniswara kembali teringat ucapan ayah dan ibunya. Mereka menamainya Daniswara dengan harapan ia menjadi Raja yang mulia dan masyur.

"Ayah, Ibu, maafkan aku ...," lirihnya.

Raja pun menatap Laras yang masih berdiri mematung di hadapannya.

"Siapa namamu? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya," tanya sang Raja.

"Saya ... Laras, Baginda. Petugas dapur baru di sini."

"Terima kasih, Laras. Kau sudah mengingatkan aku," ucap Raja.

Laras menghela napas lega, matanya berkaca-kaca.

Raja pun pergi meninggalkan dapur istana. Beberapa hari setelah kejadian itu, tidak tampak lagi wajah-wajah ketakutan. Semua orang di istana terlihat ceria dan semangat untuk bekerja.

Laras kini mendapat kesempatan untuk belajar di sekolah masak istana. Itu berarti ia sudah dekat dengan mimpinya menjadi koki hebat. Langit sore tampak cerah. Suasana Istana pun begitu damai karena dipimpin oleh Raja yang bijaksana.

NB : Untuk membaca karya peserta lain silakan menuju akun Fiksiana Community http://www.kompasiana.com/androgini

Silakan bergabung di grup FB Fiksiana Community

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun