Mohon tunggu...
Novan Noorwicaksono Bhakti
Novan Noorwicaksono Bhakti Mohon Tunggu... Guru - Guru Sejarah

Berusaha menebarkan kebaikan dalam media dan kondisi apapun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Corak Kehidupan Manusia Praaksara di Indonesia: Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

16 April 2024   15:24 Diperbarui: 16 April 2024   15:30 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lukisan pada dinding Gua Leang-Leang di Sulawesi Selatan dipercaya sebagai simbol kekuasaan  yang memberikan perlindungan terhadap gangguan roh-roh jahat. Cap-cap tangan dengan jari yang tidak lengkap merupakan ungkapan berduka atau berkabung. Cap-cap tangan itu merupakan simbol perjalanan dari arwah orang yang sudah meninggal. Mereka sedang meraba-raba untuk menuju alam selanjutnya (van Heekeren).

Lukisan dinding gua terkait dengan penghormatan terhadap arwah nenek moyang, inisiasi, peringatan terhadap peristiwa penting, meminta hujan dan kesuburan serta perdukunan (Robert de Galis). Lukisan pada dinding gua dan karang menunjukkan bagaimana kepercayaan manusia purba dapat dipancarkan melalui nilai-nilai estetis dan magis yang bersinergi dengan totem dan upacara. Lukisan ini juga menunjukkan bahwa manusia pada masa itu sudah mampu berpikir simbolik, salah satunya ditunjukkan melalui beberapa lukisan berbentuk abstrak, yang sampai saat ini belum bisa dipecahkan maknanya.

Kehidupan spiritual pada periode ini juga bisa dilihat dari upacara penguburan, seperti yang terdapat pada Situs Gua Lawa (Jawa Timur), Gua Sodong (Jawa Tengah) dan Bukit Kerang (Sumatra Utara). Mayat-mayat yang dikuburkan ditabur cat merah dan disertai perhiasan-perhiasan dari kulit kerang sebagai bekal kubur. Cat merah dimaksudkan untuk memberikan kehidupan baru sesudah kematian. Kebiasaan ini diyakini merupakan bentuk kepercayaan manusia purba terhadap kehidupan setelah kematian berupa arwah orang-orang yang sudah meninggal, sehingga harus mendapat penghormatan.

Referensi

Kartodirdjo, Sartono, Marwati Djoenet Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1975. Sejarah Nasional Indonesia Jilid I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


Koentjaraningrat. 2002. Bunga Rampai Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Soekmono. 2005. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid 1. Yogyakarta: Kanisius.

Sriyana. 2020. Antropologi Sosial Budaya. Klaten : Lakeisha.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun