Zaken kabinet memang istilah Belanda. tapi bukan berarti Indonesia akan mengadopsi sistem pemerintahan ala Belanda, sepertinya sudah cukup membawa banyak pemain naturalisai asal Belanda ke tim nasional sepak bola. (maaf keluar kontek bahasan).
Prabowo pasti sudah memperhitungkan memilih menteri dari kaum profesional, karena pekerjaan menyelesaikan problem Indonesia diperlukan orang yang ahli di bidangnya. Orang profesional yang paham untuk menyelesaikan tugas.
Yang jadi masalah apakah para partai politik pendukung akan setuju? Karena posisi menteri bagi partai adalah penting. Harus diingat jabatan menteri itu ada di posisi eksekutif yang punya pengaruh besar. Bahkan bisa membawa citra positif bagi partai dan membangun ketokohan yang bisa digunakan untuk kontestasi politik berikutnya.
Rasanya perlu kompromi panjang kali lebar untuk meyakinkan partai pendukung. Walau hak memilih menteri adalah hak prerogatif presiden, sebuah pemerintahan yang kuat harus membangun relasi yang baik dengan partai pendukung.
Walau sistem kabinet Indonesia menganut presidensial bukan parlementer, sehingga menteri hanya bertanggung jawab kepada presiden bukan kepada parlemen. Namun harus diingat, seorang menteri juga harus berkonsultasi dan melaporkan kepada parlemen.Â
Di momen itu seorang menteri bisa di "interogasi" bahkan bisa "dimaki-maki" anggota parlemen saat sidang dengar pendapat. Bahkan anggota dewan (fraksi partai) bisa mengajukan hak angket bila menteri melakukan blunder.
Mengambil seluruh menteri dari profesional tanpa melibatkan partai politik tampaknya hal yang mustahil, mungkin jalan tengahnya orang profesional yang dipilih adalah usulan partai, atau orang yang berlatar belakang dukungan partai politik.
Jadi tak sepenuhnya partai politik tidak mengajukan nama calon menteri. Paling tidak beberapa pos menteri merupakan jatah partai tertentu. Terutama sebagai the ruling party biasanya mendapatkan privilege.
Menteri Sebaiknya Seorang Negarawan
Seorang menteri, karena tugas dan imbasnya sebaiknya memang melepaskan diri dari jabatan politik. Sebaiknya seorang menteri tidak menjabat sebagai ketua umum partai, karena akan bias dan bisa terjebak dalam konflik kepentingan.
Contoh seorang menteri saat bertugas dalam melakukan operasi pasar agar sebuah komoditi terkendali harganya, ia pun turun ke lapangan, orang akan bias , si bapak A sebagai menteri atau ketua partai yang sedang melakukan pencitraan. Apalagi ada kegiatan bagi bagi sembako segala,Â
Jabatan menteri adalah jabatan seorang negarawan, walau sebagai pembantu presiden ia harus mampu adil disemua golongan. Seharusnya, seorang menteri tidak terperangkap dengan simbol partai politik. Ia harus bebas dan steril.Â