Perilaku tidak wajar komunitas La Sape memang seperti paradoks atas kemiskinan yang mereka derita. Bergaya kelas atas diantara lingkungan yang sangat kontras. Pelakunya rela mengadakan uang dengan berbagai cara agar bisa membeli celana, kemeja, sepatu hingga aksesoris branded kelas dunia. Penganut La Sape pantang menggunakan barang tiruan atau barang kw yang akan menurunkan derajat harga diri mereka.
Di Indonesia sendiri perilaku flexing di media sosial juga mewabah, pelakunya diduga 'orang kaya baru' atau 'orang kaya palsu' yang berupaya menipu diri sendiri dan orang lain agar mendapat pujian. orang yang melakukan flexing sadar bila apa yang dilakukannya hanya kepalsuan.Â
Kalau di media sosial mungkin tujuan untuk mendapatkan ribuan follower dan ujungnya mungkin bisa di monetize  namun flexing di dunia politik tujuannya agar mendapatkan simpati para pemilih dan menang kontestasi.
Flexing merupakan perbuatan yang berefek negatif, munculnya sifat konsumtif yang berlebihan, memandang remeh orang lain karena mengukur nilai seseorang berdasarkan barang , aset, kekayaan yang dimiliki. Pelaku flexing seringkali melakukan sesuatu hanya untuk mendapatkan pujian .
Selain itu flexing menyebabkan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin semakin nyata, kesenjangan sosial semakin melebar dan memperkuat stratifikasi sosial. Efeknya munculnya kecemburuan sosial yang bisa berdampak pada tindakan kriminal bahkan tindakan anarkis.
Ketika Flexing Sebagai Hal Lumrah
Di beberapa negara flexing bukan lagi hal tabu, ia menjadi bagian dari gaya hidup. Orang yang memamerkan kekayaan bagian dari cara bersosialisasi. Memperlihatkan mobil supercar , perhiasaan mahal, rumah sultan, dan fasilitas wah lainnya.
Korea selatan merupakan satu negara yang menganggap flexing ada hal yang tidak melanggar norma. Menurut data dari Morgan Stanley pada 2022, warga korea selatan tercatat paling tinggi di dunia membeli barang mewah secara individu. Nilainya mencapai 21,8 Triliun Won atau setara dengan 246 Triliun rupiah.Â
Maka jangan heran kalau warga Korea Selatan menganggap memamerkan kekayaan bagian dari pencapaian pribadi, kesuksesan yang harus dibagikan (dipamerkan). Orang Korea Selatan tidak akan menuduh macam macam, karena memang orang yang memamerkan adalah orang yang pantas. Memang seorang sultan.Â
Cristiano Ronaldo seorang pesepak bola terkenal dunia seringkali memamerkan kekayaannya. Baik deretan mobil mewahnya , barang pribadi yang melekat di tubuhnya , rumahnya dan berbagai macam gaya hidupnya. Hal yang dipamerkan tentu sebuah pencapaian pribadinya. Selain ada muatan konten marketing tersembunyi. Flexing seperti ini lebih sebagai brand personality.Â
Para Sultan Timur Tengah yang memiliki kekayaan luar biasa juga digambarkan (dipamerkan) memiliki fasilitas mewah yang menakjubkan, mulai dari istana, mobil mewah hingga pesawat pribadi yang sudah dimodif jadi istana terbang. Tentu flexing dari Pangeran Timur tengah ini bisa dipahami karena aset mereka sangat fantastis. Klub bola Eropa terkenal saja bisa mereka beli, apalagi cuma barang mewah yang masih dijual secara massal.
Yang jadi masalah adalah bila flexing dilakukan orang yang dipertanyakan dari mana asal sumber dananya, sebandingkah dengan profil pribadinya, Ini yang membuat kepo tingkat tinggi para netizen julid tak terbendung.Â