Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Marriage is Scary, Apa yang Harus Dipahami?

30 Agustus 2024   08:56 Diperbarui: 2 September 2024   07:39 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilutrasi Pernikahan (Sumber: Qimono via Pixabay)

Marriage is Scary. Benarkah hingga begitu menakutkannya sebuah pernikahan? 

Saat ini sedang terjadi sebuah fenomena di media sosial. Ungkapan Marriage is Scary banyak ditemukan di linimasa. Ditambah kisah KDRT yang terjadi di beberapa tayangan media sosial. Yang cukup viral adalah kasus selebgram asal Aceh yang mendapatkan tindakan KDRT dari sang suami.

Membuat miris, seorang suami dengan tega melakukan kekerasan layaknya bukan lagi sepasang suami istri yang dulunya diawali dengan cinta yang menggebu. Pemukulan, tendangan hingga cekikan yang membuat ngeri. Bahkan video menampilkan kekerasan yang dilakukan di depan anak yang masih balita.

KDRT dalam perkawinan menjadi masalah yang paling menonjol di Indonesia. Korban kekerasan tidak berani mengadu ke pihak kompeten karena merasa malu atau tidak mendapat dukungan dari orang sekitar yang cenderung diam. atau tak mau ikut campur karena merasa kasus internal di dalam keluarga.

Dalam catatan Komnas Perempuan sepanjang tahun 2023 ada 401,975 kasus kekerasan, angka ini sebenarnya menurun 12% dari tahun sebelumnya. Ada tren menurun namun bukan berarti kasus KDRT tidak mendapat perhatian khusus. 

Menurut survei JustDating 2023 , Indonesia menduduki peringkat kedua di Asia dalam jumlah perselingkuhan. Sesuatu yang  membuat miris, perselingkuhan terjadi hampir di semua profesi. Bahkan di kalangan ASN angka perselingkuhan juga terus naik ,bukan di kalangan selebritis saja. Ini menandakan ada yang salah dalam pernikahan di Indonesia. 

Pernikahan dengan kasus kekerasan atau kasus perselingkuhan menjadi beberapa sebab generasi muda zaman sekarang melihat pernikahan sering berujung dengan kesengsaraan dan perceraian. Banyaknya pemberitaan tentang kasus kasus perkawinan  inilah menjadi asal muasal lembaga pernikahan mendapatkan label 'menakutkan' (scary).

Marriage is scary sejatinya tidak berdiri sendiri, ia lahir dari  masalah kompleks yang akhirnya muncul ke permukaan. Era komunikasi dan keterbukaan membuat hal ini tidak lagi menjadi tabu untuk diungkapkan.

Kesakralan pernikahan yang menjadi jalan resmi dan halal bagi sepasang manusia berikrar janji suci dalam ikatan resmi agama dan negara. Pernikahan diatur secara jelas dalam hukum positif negara melalui UU Perkawinan. Negara terlibat dalam mengatur, mencatat hingga memutuskan perceraian dalam sidang perkawinan. 

Sebuah pernikahan yang selanjutnya akan menjadi rumah tangga dan keluarga. Lingkup kecil keluarga mempunyai peran penting dalam lingkungan yang lebih besar hingga mempengaruhi sebuah negara. Tak berlebihan pernikahan menjadi salah satu cerminan negara. Negara yang kuat didukung oleh pernikahan pernikahan yang sehat, produktif dan bahagia.

Maka bila muncul ungkapan Marriage is Scary bisa jadi menjadi alarm bahaya, Negara perlu waspada. Mungkin sebagian akan menganggap hal ini berlebihan. Tidak sampai seperti itulah. Toh, negara masih tetap berdiri kokoh walaupun angka perceraian tinggi, masifnya single parent, terjadinya penundaan pernikahan bahkan sampai memutuskan tidak menikah. Negara akan tetap ada dan berjalan.

Benar, negara akan tetap utuh dan berjalan. Namun kualitas sumber daya manusia lahir dari keluarga, pendidikan di dalam keluarga, kesehatan di dalam keluarga, hingga kepribadian juga lahir dari lingkup keluarga. 

Bila di titik awal, mayoritas orang berpendapat Marriage is Scary maka bisa jadi angka pernikahan akan turun seperti yang terjadi di beberapa negara. Seperti Korea, Jepang, Prancis. Menurunnya angka pernikahan bersambungan dengan pertumbuhan penduduk. angka natalitas. Bisa dipastikan ketika angka pernikahan terus menurun maka angka kelahiran anak juga akan jauh menurun. Indonesia bisa masuk dalam depopulasi yang mengancam.

Jepang adalah contoh di mana pernikahan mengalami penurunan, dalam sebuah data dikutip dari CNN, tahun 2023 terjadi penurunan pernikahan tercatat hingga 6% dibanding tahun sebelumnya. Penurunan mencapai 500 ribu dan terburuk selama 90 tahun. Jepang masuk dalam ancaman kepunahan, 

Jepang saat ini sudah dalam aging population, di mana angka lansia, penduduk berumur diatas 65 tahun mencapai 29,1% dari total populasi. Tertinggi di dunia, artinya hampir sepertiga penduduk Jepang adalah lansia.

Anak muda jepang juga tak berminat dengan pernikahan, kesibukan mengejar karir jauh lebih penting. Ini terjadi sejak awal 1980 saat terjadinya ledakan ekonomi, angka kesuburan Jepang hanya 1,3 jauh dari standar 2,1 untuk mempertahankan populasi secara stabil. 

Pertengkaran dalam pernikahan (sumber: sharkolot via Pixabay) 
Pertengkaran dalam pernikahan (sumber: sharkolot via Pixabay) 

Apa saja Faktor Penyebab Marriage is Scary?

Munculnya Fenomena Marriage is Scary namun disisi lain naiknya angka aktivitas seks dikalangan anak muda menjadi sebuah fenomena yang harus dicermati dengan serius. Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan ada peningkatan seks bebas dikalangan remaja berusia 15-19 sebesar 59% untuk perempuan dan 74% untuk laki laki.

Ini sebuah sinyal bahaya, dengan terus naiknya angka aktivitas seks di luar nikah alias seks bebas membuat Indonesia tengah memasuki Darurat Seks Bebas. Bukan hanya bahaya penyakit kelamin yang  menular namun secara moral dan psikologi, seks bebas akan membuat masalah yang lebih serius dan kompleks.

Marriage is Scary bisa menjadi sebuah pintu bagi orang yang tidak mau mengambil resiko dan komitmen pernikahan, namun sudah mendapat 'jalan keluar' memenuhi kebutuhan seks. Sehingga pernikahan dipotret sebagai sebuah masalah, sebuah beban. Apalagi bila harus melahirkan dan mempunyai anak. 

Persepsi pernikahan  menakutkan bisa berbeda beda dalam pandangan orang. Bagi orang yang dalam posisi yang mengalami kondisi KDRT, mengalami dampak dari perselingkuhan di keluarga, pernah mengalami trauma atau memiliki pengalaman tidak menyenangkan masa kecil  dalam relasi kehidupan keluarga menjadi faktor ketakutan terhadap pernikahan.

Selain itu beban ekonomi, ketidakpastian masa depan, kehilangan kebebasan, tekanan sosial, kedewasaan dalam tanggung jawab merupakan faktor faktor pernikahan dinilai menakutkan. 

Beberapa pakar mengidentifikasi munculnya Marriage is scary karena beberapa faktor yang mungkin muncul dalam kehidupan seseorang. Dr John Gottman, seorang psikolog yang 40 tahun mengamati tentang pernikahan, menjelaskan ketakutan itu muncul karena ketidakpastian bagaimana menghadapi konflik yang terjadi dan tantangan hubungan yang muncul. Pernikahan tidak selamanya mulus. Banyak tantangan, ujian, hingga badai yang menerpa.Kesiapan seseorang menghadapi masalah pernikahan tercermin bagaimana ia memandang pernikahan itu sendiri.

Marriage is Scary muncul akibat rasa takut akan kehilangan kebebasan, membatasi diri saat mengejar cita cita, impian dan minat pribadi. Pernikahan seperti penjara yang akan mengungkung kebebasan diri. Hal ini dijelaskan Dr Harriet Lerner seorang psikologi klinis. Lerner juga memberikan saran agar pasangan pernikahan menciptakan keseimbangan antara kehidupan bersama dengan kemandirian individu. 

Ekspektasi yang tinggi terhadap pernikahan seringkali membuat ketakutan, harapan dan tuntutan yang tinggi agar pernikahan berjalan mulus, tercukupi secara ekonomi, terpenuhi atas waktu intim, tercapainya kebahagian hingga terpenuhinya tuntutan keluarga besar, seperti tuntutan kehamilan untuk seorang cucu. Hal ini menjadi salah satu ketakutan ketika tidak mampu memenuhi ekspektasi yang diminta saat pernikahan.

Berbahagia dengan pasangan hingga hari tua (sumber: Picnic Photo via Pixabay)
Berbahagia dengan pasangan hingga hari tua (sumber: Picnic Photo via Pixabay)

Memahami Marriage is Scary

Pernikahan harus dipahami sebuah perjalanan yang akan dilalui, ia tak melulu diisi hal hal yang menyenangkan, pernikahan juga akan mengalami berbagai macam masalah, ketidakcocokan, perbedaan pandangan bahkan perdebatan yang mungkin terjadi.

Pasangan yang kita pilih adalah manusia yang memiliki latar belakang berbeda, pola asuh yang berbeda. Pernikahan menyatukan dua orang yang berbeda untuk menjalin komitmen, memberikan kepercayaan, melakukan kerjasama dalam misi yang disepakati. 

Pernikahan bukan menyamakan sifat, memaksakan kehendak, merasa lebih superior atau hanya label formalitas. Pernikahan membawa konsekuensi logis, susah dan bahagia dihadapi bersama. 

Marriage is Scary adalah sebuah ungkapan, sinyal yang harus dipahami, ia muncul dari fakta yang ada. Ketakutan yang seharusnya menjadi awal untuk mengerti sebuah ikatan suci yang bernama pernikahan bukanlah taman bunga yang selalu indah dan wangi, kadang di taman itu muncul bibit penyakit, kadang pula angin ribut datang mengaduk aduk taman, kadang air hujan yang terlampau deras sehingga banjir bisa saja menggenangi taman.

Tapi semuanya datang silih berganti, langit tak selamanya mendung. Mendung pun tak berarti hujan, walaupun hujan turun, tak selamanya membawa bencana. Hujan turun membasahi taman, sehingga bunga bermekaran, dan pohon buah memberikan manfaatnya kepada burung yang datang.

Pernikahan memang bisa menakutkan tapi percayalah, di balik perjuangan dalam pernikahan banyak kebaikan dan kebahagian yang tak ditemui dalam ikatan apapun di dunia ini. Ia adalah ikatan suci yang disatukan Tuhan. Manusia hanya diminta untuk menjalani dengan hati yang bahagia.

Jangan takut, menikahlah... dan nikmati perjalanannya, nikmati guncangannya, nikmati badainya, kelak kita akan paham apa alasan kita untuk menikah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun