Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Marriage is Scary, Apa yang Harus Dipahami?

30 Agustus 2024   08:56 Diperbarui: 2 September 2024   07:39 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilutrasi Pernikahan (Sumber: Qimono via Pixabay)

Maka bila muncul ungkapan Marriage is Scary bisa jadi menjadi alarm bahaya, Negara perlu waspada. Mungkin sebagian akan menganggap hal ini berlebihan. Tidak sampai seperti itulah. Toh, negara masih tetap berdiri kokoh walaupun angka perceraian tinggi, masifnya single parent, terjadinya penundaan pernikahan bahkan sampai memutuskan tidak menikah. Negara akan tetap ada dan berjalan.

Benar, negara akan tetap utuh dan berjalan. Namun kualitas sumber daya manusia lahir dari keluarga, pendidikan di dalam keluarga, kesehatan di dalam keluarga, hingga kepribadian juga lahir dari lingkup keluarga. 

Bila di titik awal, mayoritas orang berpendapat Marriage is Scary maka bisa jadi angka pernikahan akan turun seperti yang terjadi di beberapa negara. Seperti Korea, Jepang, Prancis. Menurunnya angka pernikahan bersambungan dengan pertumbuhan penduduk. angka natalitas. Bisa dipastikan ketika angka pernikahan terus menurun maka angka kelahiran anak juga akan jauh menurun. Indonesia bisa masuk dalam depopulasi yang mengancam.

Jepang adalah contoh di mana pernikahan mengalami penurunan, dalam sebuah data dikutip dari CNN, tahun 2023 terjadi penurunan pernikahan tercatat hingga 6% dibanding tahun sebelumnya. Penurunan mencapai 500 ribu dan terburuk selama 90 tahun. Jepang masuk dalam ancaman kepunahan, 

Jepang saat ini sudah dalam aging population, di mana angka lansia, penduduk berumur diatas 65 tahun mencapai 29,1% dari total populasi. Tertinggi di dunia, artinya hampir sepertiga penduduk Jepang adalah lansia.

Anak muda jepang juga tak berminat dengan pernikahan, kesibukan mengejar karir jauh lebih penting. Ini terjadi sejak awal 1980 saat terjadinya ledakan ekonomi, angka kesuburan Jepang hanya 1,3 jauh dari standar 2,1 untuk mempertahankan populasi secara stabil. 

Pertengkaran dalam pernikahan (sumber: sharkolot via Pixabay) 
Pertengkaran dalam pernikahan (sumber: sharkolot via Pixabay) 

Apa saja Faktor Penyebab Marriage is Scary?

Munculnya Fenomena Marriage is Scary namun disisi lain naiknya angka aktivitas seks dikalangan anak muda menjadi sebuah fenomena yang harus dicermati dengan serius. Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan ada peningkatan seks bebas dikalangan remaja berusia 15-19 sebesar 59% untuk perempuan dan 74% untuk laki laki.

Ini sebuah sinyal bahaya, dengan terus naiknya angka aktivitas seks di luar nikah alias seks bebas membuat Indonesia tengah memasuki Darurat Seks Bebas. Bukan hanya bahaya penyakit kelamin yang  menular namun secara moral dan psikologi, seks bebas akan membuat masalah yang lebih serius dan kompleks.

Marriage is Scary bisa menjadi sebuah pintu bagi orang yang tidak mau mengambil resiko dan komitmen pernikahan, namun sudah mendapat 'jalan keluar' memenuhi kebutuhan seks. Sehingga pernikahan dipotret sebagai sebuah masalah, sebuah beban. Apalagi bila harus melahirkan dan mempunyai anak. 

Persepsi pernikahan  menakutkan bisa berbeda beda dalam pandangan orang. Bagi orang yang dalam posisi yang mengalami kondisi KDRT, mengalami dampak dari perselingkuhan di keluarga, pernah mengalami trauma atau memiliki pengalaman tidak menyenangkan masa kecil  dalam relasi kehidupan keluarga menjadi faktor ketakutan terhadap pernikahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun