Mohon tunggu...
NOVA FAJAR HARYANTO
NOVA FAJAR HARYANTO Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - willy nilly

willy nilly

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dispensasi Perkawinan: Penumpang Gelap dalam Pencegahan Pernikahan Dini di Indonesia

1 April 2022   17:25 Diperbarui: 1 April 2022   17:45 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu masalah yang sudah ada dan semakin parah terjadi di masa Pandemi Covid-19 adalah persoalan pernikahan dini. Permasalahan pernikahan dini atau juga bisa disebut perkawinan anak ini tidak lepas dari adanya celah yang diberikan undang-undang untuk terjadinya pernikahan dini. Celah ini terdapat pada pengaturan dispensasi perkawinan yang diatur oleh undang-undang perkawinan. Diketahui angka dispensasi perkawinan akan selalu selaras dengan terjadinya perkawinan anak karena dispensasi perkawinan merupakan legitimasi menuju pernikahan dini.

Hal ini dibuktikkan dengan adanya peningkatan permohonan dispensasi perkawinan dari tahun 2019 hingga 2020. Pada tahun 2019, sebelum adanya pandemi, angka dispensasi perkawinan tercatat sebanyak 23.126 perkara. Memasuki tahun 2020 dan Pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia, tercatat 34.000 permohonan dispensasi perkawinan diajukan ke Pengadilan Agama seluruh Indonesia sepanjang Januari hinggga Juni 2020.

Ironisnya tingkat pengabulan dispensasi perkawinan sebesar 97 % perkara. Angka yang fantastis, mengingat Indonesia baru saja melakukan salah satu kebijakan dalam pencegahan perkawinan anak yaitu merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. UU 1/1974 dilakukan beberapa perubahan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Perubahan ini dimaksudkan untuk memberikan persamaan dihadapan hukum bagi setiap individu dengan tujuan menekan angka pernikahan dini di Indonesia. Namun, adanya opsi dispensasi perkawinan dalam perubahan undang-undang perkawinan justru menjadi senjata ampuh untuk melegalkan perkawinan anak.hal ini dapat dipahami dengan logika sederhana yaitu untuk dapat melangsungkan pernikahan anak dibawah umur tinggal mengajukan dispensasi perkawinan dan hal ini tidak melanggar hukum yang berlaku.

Dapat dikatakan bahwa dispensasi perkawinan inilah yang menjadi penumpang gelap dalam upaya pencegahan pernikahan dini di Indonesia, selain itu juga berdampak dalam upaya perlindungan Hak asasi Manusia(HAM) terhadap anak.

Dispensasi Perkawinan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974  

Pasal 7 ayat (2) UU 1/1974 telah memberikan ketentuan mengenai dispensasi perkawinan. Dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa permohonan dispensasi perkawinan diajukan kepada Pengadilan atau pejabat berwenang oleh orangtua pria maupun wanita. Kemudian, apabila pengadilan mengabulkan dispensasi perkawinan, maka dikeluarkan penetapan dispensasi perkawinan yang digunakan sebagai syarat melakukan pernikahan. permasalahan hukum dalam UU Perkawinan lama terletak pada ketentuan Pasal 7 ayat (2), dimana tidak adanya suatu patokan atau alasan pasti dalam mengeluarkan dispensasi perkawinan.

Hal ini cenderung membuktikkan bahwa dispensasi perkawinan ini hanya sebagai formalitas hukum untuk dapat melangsungkan perkawinan bagi pasangan yang tidak memenuhi batas usia menikah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan  yang merupakan perturan teknis pun tidak ditemui mengenai indikator untuk mengeluarkan dispensasi perkawinan.

Hal ini dapat diartikan memberikan ruang yang luas kepada hakim untuk menentukan terkait dispensasi perkawinan karena adanya kekosongan hukum dalam UU 1/1974. Penetapan dispensasi perkawinan yang bergantung pada keyakinan hakim yang bersifat subjektif menimbulkan asumsi pada masyarakat bahwa seolah-olah permohonan dispensasi perkawinan akan selalu diterima, sehingga menyebabkan angka permohonan dispensasi perkawinan terus mengalami kenaikan tiap tahunnya. 

Dispensasi Perkawinan pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019

Pengaturan perkawinan telah mengalami perubahan besar dalam dalam UU 16/2019. Secara umum, perbedaan mendasar yang terlihat dari UU 1/1974 dan UU 16/2019 adalah perubahan batas minimal usia kawin dan pengetatan dispensasi perkawinan. Berkaitan dengan dispensasi perkawinan, perubahan dilakukan dalam rangka menutup celah hukum yang ada pada UU 1/1974.

Jika dalam UU 1/1974 menempatkan hakim dengan kewenangan yang luas dalam penetapan dispensasi perkawinan, maka dalam UU 16/2019 memberikan patokan-patokan untuk memperoleh dispensasi perkawinan. Hal ini terdapat dalam Pasal 7 ayat (2) UU 16/2019. Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU 16/2019, ada dua syarat kumulatif yang harus dipenuhi dalam mengajukan permohonan dispensasi perkawinan yaitu : memiliki alasan mendesak dan memiliki bukti pendukung yang cukup. 

Alasan mendesak adalah kondisi tidak ada pilihan lain dan sangat terpaksa harus dilangsungkan perkawinan. Hal ini dapat diartikan bahwa pemohon harus dapat menyampaikan alasan mendesak yang menyebabkan tidak pilihan lain sehingga harus melangsungkan perkawinan. Kemudian, alasan dari pemohon ini akan dilakukan penilaian oleh hakim yang nantinya harus teliti untuk melihat pilihan lain yang mungkin bisa diambil pemohon atau menyatakan pemohon memang harus melangsungkan perkawinan dan berhak mendapat dispensasi perkawinan. 

Selanjutnya, mengenai bukti-bukti pendukung yang cukup ini digunakan dalam rangka memperkuat dalil alasasan mendesak yang diajukan. Oleh karena itu, pemohon harus memberikan bukti pendukung yang cukup untuk dapat diterima permohonan dispensasi perkawinannnya. Dalam penjelasan Pasal 7 UU 16/2019 menyebutkan bahwa bukti pendukung yang cukup adalah surat keterangan yang menyatakan umur calon mempelai masih dibawah ketentuan undan-undang dan surat keterangan yang mendukung alasan mendesak untuk dilaksanakan perkawinan.

Dalam konteks kewenangan hakim, UU 16/2019 tidak lagi memberikan ruang yang besar bagi hakim untuk berkreatifitas dalam memutus perkara dispensasi perkawinan, namun hakim harus mempertimbangkan adanya syarat kumulatif yang ditentukan dengan dibarengi melihat aspek kearifan lokal,kesehatan, dan dampak yang ditimbulkan ketika diberikannya dispensasi perkawinan.

Dalam hal kebijakan pencegahan pernikahan dini, UU 16/2019 telah memberikan kemajuan bagi peran hukum dalam menekan pernikahan dini dan melindungi hak-hak anak dengan mempersulit pemberian dispensasi perkwinan. 

Pada pokoknya permasalahan pernikahan dini merupakan masalah besar yang menjadi ancaman bagi Indonesia. Ancaman ini berdampak pada bidang hukum, HAM, dan masa depan bangsa. Dalam bidang hukum, dilakukannya perubahan undang-undang perkawinan masih belum mampu mengatasi kasus pernikahan dini. Problematika hukum terjadi manakala UU perkawinan yang baru masih mengakui dispensasi perkawinan yang memberikan jalan untuk melegitimasi pernikahan anak usia dini

Adanya celah hukum ini mengancam pemenuhan HAM pada anak yang dijadikan objek dalam pernikahan dini. Akibatnya, kualitas generasi penerus bangsa akan menurun jika masalah pernikahan dini tidak segera diselesaikan. 

Alternatif hukum yang dapat dilakukan dalam mencegah pernikahan dini, dapat dilakukan melaui jalan reorientasi, reformasi dan reformulasi pada undang-undang perkawinan. kemudian, Dalam rangka merespon ancaman pernikahan ini dengan segera, pemerintah dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang(PERPPU) yang melarang pernikahan dini dan menerapkan sanksi pidana bagi pelanggarnya.

Selain itu, Pemerintah Daerah juga dapat berperan dalam mencegah pernikahan diri dengan mengeluarkan Peraturan Daerah(PERDA) tentang Pencegahan Pernikahan Anak, seperti yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsin Nusa Tenggara Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun