perkawinan anak ini tidak lepas dari adanya celah yang diberikan undang-undang untuk terjadinya pernikahan dini. Celah ini terdapat pada pengaturan dispensasi perkawinan yang diatur oleh undang-undang perkawinan. Diketahui angka dispensasi perkawinan akan selalu selaras dengan terjadinya perkawinan anak karena dispensasi perkawinan merupakan legitimasi menuju pernikahan dini.
Salah satu masalah yang sudah ada dan semakin parah terjadi di masa Pandemi Covid-19 adalah persoalan pernikahan dini. Permasalahan pernikahan dini atau juga bisa disebutHal ini dibuktikkan dengan adanya peningkatan permohonan dispensasi perkawinan dari tahun 2019 hingga 2020. Pada tahun 2019, sebelum adanya pandemi, angka dispensasi perkawinan tercatat sebanyak 23.126 perkara. Memasuki tahun 2020 dan Pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia, tercatat 34.000 permohonan dispensasi perkawinan diajukan ke Pengadilan Agama seluruh Indonesia sepanjang Januari hinggga Juni 2020.
Ironisnya tingkat pengabulan dispensasi perkawinan sebesar 97 % perkara. Angka yang fantastis, mengingat Indonesia baru saja melakukan salah satu kebijakan dalam pencegahan perkawinan anak yaitu merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. UU 1/1974 dilakukan beberapa perubahan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Perubahan ini dimaksudkan untuk memberikan persamaan dihadapan hukum bagi setiap individu dengan tujuan menekan angka pernikahan dini di Indonesia. Namun, adanya opsi dispensasi perkawinan dalam perubahan undang-undang perkawinan justru menjadi senjata ampuh untuk melegalkan perkawinan anak.hal ini dapat dipahami dengan logika sederhana yaitu untuk dapat melangsungkan pernikahan anak dibawah umur tinggal mengajukan dispensasi perkawinan dan hal ini tidak melanggar hukum yang berlaku.
Dapat dikatakan bahwa dispensasi perkawinan inilah yang menjadi penumpang gelap dalam upaya pencegahan pernikahan dini di Indonesia, selain itu juga berdampak dalam upaya perlindungan Hak asasi Manusia(HAM) terhadap anak.
Dispensasi Perkawinan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Â
Pasal 7 ayat (2) UU 1/1974 telah memberikan ketentuan mengenai dispensasi perkawinan. Dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa permohonan dispensasi perkawinan diajukan kepada Pengadilan atau pejabat berwenang oleh orangtua pria maupun wanita. Kemudian, apabila pengadilan mengabulkan dispensasi perkawinan, maka dikeluarkan penetapan dispensasi perkawinan yang digunakan sebagai syarat melakukan pernikahan. permasalahan hukum dalam UU Perkawinan lama terletak pada ketentuan Pasal 7 ayat (2), dimana tidak adanya suatu patokan atau alasan pasti dalam mengeluarkan dispensasi perkawinan.
Hal ini cenderung membuktikkan bahwa dispensasi perkawinan ini hanya sebagai formalitas hukum untuk dapat melangsungkan perkawinan bagi pasangan yang tidak memenuhi batas usia menikah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan  yang merupakan perturan teknis pun tidak ditemui mengenai indikator untuk mengeluarkan dispensasi perkawinan.
Hal ini dapat diartikan memberikan ruang yang luas kepada hakim untuk menentukan terkait dispensasi perkawinan karena adanya kekosongan hukum dalam UU 1/1974. Penetapan dispensasi perkawinan yang bergantung pada keyakinan hakim yang bersifat subjektif menimbulkan asumsi pada masyarakat bahwa seolah-olah permohonan dispensasi perkawinan akan selalu diterima, sehingga menyebabkan angka permohonan dispensasi perkawinan terus mengalami kenaikan tiap tahunnya.Â
Dispensasi Perkawinan pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019
Pengaturan perkawinan telah mengalami perubahan besar dalam dalam UU 16/2019. Secara umum, perbedaan mendasar yang terlihat dari UU 1/1974 dan UU 16/2019 adalah perubahan batas minimal usia kawin dan pengetatan dispensasi perkawinan. Berkaitan dengan dispensasi perkawinan, perubahan dilakukan dalam rangka menutup celah hukum yang ada pada UU 1/1974.