Mohon tunggu...
NOVA FAJAR HARYANTO
NOVA FAJAR HARYANTO Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - willy nilly

willy nilly

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dispensasi Perkawinan: Penumpang Gelap dalam Pencegahan Pernikahan Dini di Indonesia

1 April 2022   17:25 Diperbarui: 1 April 2022   17:45 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika dalam UU 1/1974 menempatkan hakim dengan kewenangan yang luas dalam penetapan dispensasi perkawinan, maka dalam UU 16/2019 memberikan patokan-patokan untuk memperoleh dispensasi perkawinan. Hal ini terdapat dalam Pasal 7 ayat (2) UU 16/2019. Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU 16/2019, ada dua syarat kumulatif yang harus dipenuhi dalam mengajukan permohonan dispensasi perkawinan yaitu : memiliki alasan mendesak dan memiliki bukti pendukung yang cukup. 

Alasan mendesak adalah kondisi tidak ada pilihan lain dan sangat terpaksa harus dilangsungkan perkawinan. Hal ini dapat diartikan bahwa pemohon harus dapat menyampaikan alasan mendesak yang menyebabkan tidak pilihan lain sehingga harus melangsungkan perkawinan. Kemudian, alasan dari pemohon ini akan dilakukan penilaian oleh hakim yang nantinya harus teliti untuk melihat pilihan lain yang mungkin bisa diambil pemohon atau menyatakan pemohon memang harus melangsungkan perkawinan dan berhak mendapat dispensasi perkawinan. 

Selanjutnya, mengenai bukti-bukti pendukung yang cukup ini digunakan dalam rangka memperkuat dalil alasasan mendesak yang diajukan. Oleh karena itu, pemohon harus memberikan bukti pendukung yang cukup untuk dapat diterima permohonan dispensasi perkawinannnya. Dalam penjelasan Pasal 7 UU 16/2019 menyebutkan bahwa bukti pendukung yang cukup adalah surat keterangan yang menyatakan umur calon mempelai masih dibawah ketentuan undan-undang dan surat keterangan yang mendukung alasan mendesak untuk dilaksanakan perkawinan.

Dalam konteks kewenangan hakim, UU 16/2019 tidak lagi memberikan ruang yang besar bagi hakim untuk berkreatifitas dalam memutus perkara dispensasi perkawinan, namun hakim harus mempertimbangkan adanya syarat kumulatif yang ditentukan dengan dibarengi melihat aspek kearifan lokal,kesehatan, dan dampak yang ditimbulkan ketika diberikannya dispensasi perkawinan.

Dalam hal kebijakan pencegahan pernikahan dini, UU 16/2019 telah memberikan kemajuan bagi peran hukum dalam menekan pernikahan dini dan melindungi hak-hak anak dengan mempersulit pemberian dispensasi perkwinan. 

Pada pokoknya permasalahan pernikahan dini merupakan masalah besar yang menjadi ancaman bagi Indonesia. Ancaman ini berdampak pada bidang hukum, HAM, dan masa depan bangsa. Dalam bidang hukum, dilakukannya perubahan undang-undang perkawinan masih belum mampu mengatasi kasus pernikahan dini. Problematika hukum terjadi manakala UU perkawinan yang baru masih mengakui dispensasi perkawinan yang memberikan jalan untuk melegitimasi pernikahan anak usia dini

Adanya celah hukum ini mengancam pemenuhan HAM pada anak yang dijadikan objek dalam pernikahan dini. Akibatnya, kualitas generasi penerus bangsa akan menurun jika masalah pernikahan dini tidak segera diselesaikan. 

Alternatif hukum yang dapat dilakukan dalam mencegah pernikahan dini, dapat dilakukan melaui jalan reorientasi, reformasi dan reformulasi pada undang-undang perkawinan. kemudian, Dalam rangka merespon ancaman pernikahan ini dengan segera, pemerintah dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang(PERPPU) yang melarang pernikahan dini dan menerapkan sanksi pidana bagi pelanggarnya.

Selain itu, Pemerintah Daerah juga dapat berperan dalam mencegah pernikahan diri dengan mengeluarkan Peraturan Daerah(PERDA) tentang Pencegahan Pernikahan Anak, seperti yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsin Nusa Tenggara Barat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun