Mohon tunggu...
Naurah Nazhifah Azzahra
Naurah Nazhifah Azzahra Mohon Tunggu... Jurnalis - @nouranazhif

A human who learning to be human and humanize human.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

George Floyd, Media, sampai Wolf Warrior

4 Juni 2020   08:55 Diperbarui: 6 Juni 2020   06:03 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi melakukan aksi protes. (sumber: Thinkstockphotos via kompas.com)

Padahal in case, tentara yang terjun langsung atau setidaknya para observer, lebih mengetahui bagaimana dan apa yang perlu dilakukan pada situasi genting seperti saat itu.

Film ini bagi saya cukup mewakilkan emosi dari masing-masing ras. Kita bisa menilai sendiri, siapa yang salah paham, siapa yang menjadi korban, dan siapa yang bermain di balik itu semua.

Saya tidak ingin menyebutkan sesiapanya secara gamblang di sini, tapi dari kacamata film ini, saya masih percaya dengan kemampuan media untuk mengemas suatu isu dengan lebih baik.

Sebab kembali lagi pada hakikat dari 'mereka' yang lahir dari kaum sakit hati. Sampai-sampai menciptakan beragam isme kebaruan hanya untuk menjatuhkan siapa saja yang dianggapnya sebagai lawan- ialah kaum gold, glory, and gospel.

"Satu jam lalu, mereka (orang Afrika) bahkan tak tahu apakah mereka akan hidup untuk melihat hari esok, kenapa mereka begitu bahagia?"

"Teman-teman Afrika, tak peduli apakah sekarang perang, dilanda penyakit atau kemiskinan, ketika mereka di sekitar api unggun, semua yang mereka khawatirkan lenyap." (Konversasi Leng Feng dan Mantan Tentara Pembebasan Rakyat China).

Karena di zaman ini, siapa, sih yang bisa menjamin validitas suatu berita kalau kita belum liat dan ngerasain sendiri gimana jadi mereka? Kalau kita sendiri masih ekslusif dengan alasan apa-apa yang diberitakan oleh media?

Banyak, kok, dari BBC sampai Remotivi yang menyampaikan aspirasi Masyarakat Papua bagi kita yang outsider, untuk datang langsung ke sana.

Jadi, apa yang bisa kita lakukan sekarang paling minimal adalah berhenti membanding-bandingkan satu kasus dengan kasus lain meskipun memiliki asas yang sama, yaitu kemanusiaan dan rasisme.

Selain itu, kita bisa belajar untuk lebih filtering informasi-informasi yang masuk dari media, biar kita juga nggak asal judging atau ikut-ikutan pendapat mayoritas aja. Kalau perlu, banyak sharing dengan teman-teman yang berasal dari daerah tersebut dan aware terkait rasisme ini. Here it is, semoga bermafaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun