Mohon tunggu...
Naurah Nazhifah Azzahra
Naurah Nazhifah Azzahra Mohon Tunggu... Jurnalis - @nouranazhif

A human who learning to be human and humanize human.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Resensi Buku Filosofi Teras Karya Henry Manampiring

19 Mei 2020   00:55 Diperbarui: 7 April 2021   14:12 5528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku ini bisa dikatakan adalah buku pengembangan diri berbasis filsafat yang pertama di Indonesia. Penggunaan istilah di dalam buku juga tidak memberatkan pembaca karena tidak disampaikan dengan cara yang ilmiah seperti buku-buku psikologi pada umumnya.

Saya menjadi semakin tertarik mempelajari berbagai macam filosofi hidup yang dibuat oleh berbagai tokoh di Dunia sejak membaca buku ini. Apalagi merasakan bagaimana menyenangkannya melakukan pra-meditation/menyadari bahwa kita akan mengalami kegagalan. 

Artinya jika ada sesuatu yang menyenangkan dalam hidup kita, kita menyadari bahwa itu ada di luar ekspektasi kita. Biarkan itu jadi kebahagiaan yang terjadi secara natural dan sudah seharusnya membuat kita lebih bersyukur. 

Bukan seperti pandangan orang-orang neo-jabariyah, justru stoa meyakini bahwa yang membuat kita bertahan adalah adanya ekspektasi tersebut. Apakah anda mengenali prinsip ini? Saya menebak ini mirip sekali dengan prinsip tawakkal yang ada dalam agama saya, yaitu Islam.

Pada akhirnya, tujuan dari stoa dan filosofi hidup lain adalah agar manusia dapat berdaya, mengerti apa yang dibutuhkan: Identity aware, active problem solver, and growth mindset. Bahwa ilmu tentang manusia memang cenderung abu-abu, berbeda dengan ilmu-ilmu eksak. 

Well, filsafat stoa yang dibawa Mas Henry ini tak semata menganjurkan kita untuk hidup sederhana ataupun menerima nasib. Tidak pula serba abstrak dan tidak praktis. 

Perbedaan mendasar filsafat stoa dengan cabang filsafat lain justru pada sifat praktisnya. Stoa tak mengangankan masyarakat utopis tanpa kelas sebagaimana dianjurkan Marxisme, yang dianjurkan stoa lebih personal, isn't it? Hehe. 

Buku ini cocok banget, sih, dibaca sama orang-orang yang masih over melankoli, over sanguini, over koleri, tapi untuk plegma: Anda sudah cukup cari aman, woy! :)

Intinya: Begin each day by telling yourself: "Today I shall be meeting with interference, ingratitude, insolence, disloyalty, ill-will, and selfishness- all of them due to the offenders ignorance of what is good or evil". Memang terkesan pesimis, tapi ini melatih kita untuk ikhlas dan bisa menghadapi berbagai situasi baik maupun buruk. 

Kita senantiasa memelihara ikhlas dan ikhtiar untuk menghargai proses sembari mempertimbangkan ekspektasi terburuk dalam rangka memelihara nalar dan menjadi rasionalis yang proporsional. 

Don't demand that things happen as you wish, but wish that they happen as they do happen. And you will go on well (Epictetus).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun