"Opo to mbokde... Jenenge yo isih bocah urung ngerti wayahe sing mbok karepke. Sing sabar to... (Apaan si budhe, Namanya juga masih anak-anak belum tau waktunya apa yang diharapkan. Yang sabar dong...)", Kata embah Kinem (Embah atau Mbok kinem, saudara simbok yang rumahnya 15 langkah dari gubuk kami. Embah kinem hampir selalu ada tiba-tiba setiap aku dimarahi simbok dan kadang dia yang menenangkan histeris tangisku).
Beberapa tahun kemudian.
Kelas 2 SMP, aku mulai berfikir siapa ayahku dan dimana sekarang. Pemikiran itu muncul sebab semenjak aku masuk sekolah SMP, teman-temanku sering berbicara tentang ayahnya yang berprofesi sebagai pengusaha, petani, bandar judi, dan banyak lagi, dan beberapa teman baruku sering tanya ayahmu dimana?
Usai pulang sekolah aku bertanya-tanya dengan beberapa tetanggaku siapa nama ayahku, dan seperti apa orangnya, ada yang bilang ayahku sudah meninggal, ada pula yang bilang ayahku pergi meninggalkan aku untuk menikahi perempuan lain di Jakarta tempat kelahiran ku.
"Mbok... Bapak tau rene ngindangi aku Ra? (Mbok... Bapak pernah kesini njenguk aku gak?)", Tanyaku pada simbok sambil meminum teh hangat kesukaan simbok.
"Bapakmu ki ra tau ngurusi kowe. Seko bayi abang kowe wes ditinggal (Bapakmu tuh gak pernah ngurusin kamu. Dari kamu masih bayi merah kamu di tinggalkan)", Jawab simbok yang memegang gelas berisi teh sambil meniup bambu berlubang untuk menyalakan api di dapur cerita itu.
Beberapa hari setelah itu.
Aku mulai sering menyendiri di kamar, meskipun banyak teman-teman menungguku di teras depan rumah sambil bermain 'umbul' gambar (Permainan gambar yang di taruh di telapak tangan lalu di adu dan lalu gambar jatuh, dan gambar yang jatuh kebawah dengan menunjukkan bagian gambar kosong dia yang kalah yang masih menunjukkan gambar asli dia yang menang. Kalau sama-sama artinya seri).
Hari itu hari sabtu malam minggu dan artinya aku dibolehkan bermain untuk istirahat belajar sehari oleh simbok-ku.
 Satu minggu kemudian, aku dan bulik Rum (Ade kandung mama) datang ke Jakarta seingatku tanggal 4 Maret karena kami menginap dirumah saudara Utan Jati (Daan Mogot) selama kurang lebih 5 hari dan gak sangka kalau ulang tahunku datang di 6 maret. Saudaraku perempuan Devi dan sahabat-sahabatnya (wanita semua) datang bertemu aku, mereka sangat ramai, cantik-cantik, putih, dan feminim. Ucapan selamat ulangtahun berdatangan, juga perkataan kamu mirip banget sama bapak kamu, hidungnya, matanya, pipinya. Gayanya juga. Tetangga-tetangga juga berdatangan untuk menemui ku.
 "Wadoooh.... kog tamune soyo akeh. Aku isin tenan neng arep ndelik nyandi" Kata itu terus bermunculan dalam benak ku.