Mohon tunggu...
Norman Meoko
Norman Meoko Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Menulis Tiada Akhir...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Balada Sopir Bayaran di Surya Kencana Bogor

30 Juli 2021   17:07 Diperbarui: 30 Juli 2021   17:35 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan Surya Kencana Bogor ternyata menyimpan banyak lembaran kisah. Kawasan Pecinan di Kota Hujan ini tidak saja terkenal karena soto kuning Gang Aut lho. Ternyata ada cerita lain.

Menurut catatan, Jalan Surya Kencana adalah sepotong jalan tua. Jalan tersebut merupakan bagian dari De Grote Postweg yang dibangun sekira 1808 atas perintah Gubernur Jenderal Daendels. De Grote Postweg memasuki Buitenzorg -- sebutan Kota Bogor - dari jalan yang kini menjadi Jalan Ahmad Yani, berlanjut hingga Jalan Jenderal Sudirman, membelok ke Jalan Juanda bersambung ke Surya Kencana hingga ke Ciawi.

Dulu jalan ini dikenal sebagai kawasan perniagaan seperti di Glodok dan Pasar Pagi Asemka di wilayah Jakarta Barat. Tetapi kini Jalan Surya Kencana tersohor karena kulinernya. Apalagi soto kuning di Gang Aut. Top markotop deh!

Ya kawasan Surya Kencana menjadi tumpuan segalanya di penutup pekan. Ada harapan di setiap keramaian di sana.

Setidaknya itulah yang diharapkan Eeng Suminta. Kakek bercucu 65 tahun ini menapaki hidup sebagai sopir bayaran yang biasa mencari pelanggan di kawasan Surya Kencana. Usia boleh tua tetapi soal menyetir mobil sudah mendarah-daging bagi lelaki asli Pamoyanan Bogor Selatan.

"Saya sejak 1972 bawa mobil, " kata Pak Eeng membuka obrolan dengan saya di sebuah bangku merah persis di depan sebuah kafe tempat anak muda mangkal.

Pria beranak lima ini berpindah-pindah pegangan. Dari membawa bemo trayek Gunung Gede - Pasar Bogor. Lalu mengais rezeki sebagai sopir tanki berisi residu yang melipir hingga Depo Plumpang Tanjung Priok Jakarta Utara. Kini, Pak Eeng tetap setia sebagai sopir tetapi sopir bayaran.

"Hidup saya di jalanan. Setir mobil adalah istri pertama saya. Jalan-jalan menemani saya saat membawa pelanggan, " tuturnya.

Dia mengaku pernah ke Pulau Dewata Bali ketika ada keluarga yang memanfaatkan jasa membawa mobilnya. "Semalam Rp250 ribu. Mobil dari pelanggan. Saya yang setir mobilnya, " ia menyebutkan.

Jalan-jalan Pulau Jawa dan Bali menjadi makanannya. Dari sanalah mengalir rupiah demi rupiah. Dan hidup pun terus bergulir seperti roda-roda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun