Mohon tunggu...
Norman Meoko
Norman Meoko Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Menulis Tiada Akhir...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menelisik "Blusukan" dan "Aku Rapopo" Sang Presiden

30 Juli 2021   06:56 Diperbarui: 30 Juli 2021   07:10 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalau yang ini, Favipiravir?" tanya Jokowi.

"Enggak ada juga," kata penjaga apotek.

Setelah menanyakan ketersediaan obat tersebut Jokowi membeli multivitamin di apoteknya.

Gaya blusukan sang presiden menjadi ciri khas yang sulit dilupakan. Berbeda dengan presiden sebelumnya yang suka curhat di media sosial bahkan terakhir berdoa agar bangsa ini keluar dari pandemi Covid-19.

Agaknya dengan blusukan dengan datang langsung ke lapangan ditambah menyelesaikan masalah dengan dialog menjadi gaya komunikasi Presiden Jokowi. Mungkin langkah itu benar karena pada hakikatnya demokrasi adalah mendengar suara rakyat dan jauh lebih penting adalah mewujudkan. Bukan sekadar pencitraan atau lips service semata. Mata dilihat tetapi pahit di hati!  

Gaya komunikasi tersebut mengingatkan saya ketika Pak Jokowi memunculkan istilah "Aku Rapopo". Lalu ada pula "blusukan". Ketika itu sedang hangat-hangatnya Pilkada DKI Jakarta. Dan Pak Jokowi ikut berlaga dalam pesta politik warga Jakarta tersebut.

Pak Jokowi menang di Jakarta. Gaya blusukannya tetap dilakukan sang gubernur. Ia terjun langsung melihat keadaan anak buahnya dan masyarakat. Simpati pun mengalir deras. Ya Pak Jokowi memperkenalkan konsep "blusukan" dengan terjun langsung ke masyarakat: merekam keluh-kesah warganya. Sesuatu yang juga dulu pernah dilakukan ketika menjabat Wali Kota Solo selama dua periode.

Pak Jokowi berkeliling Jakarta ketika itu. Mengunjungi berbagai tempat, bertatap muka dan berdialog dengan warganya dengan harapan mendapatkan gambaran nyata akan akar masalah sosial di masyarakat. Bahkan ketika rel kereta sekitar Stasiun Sudirman kebanjiran Pak Jokowi datang ke lokasi dan ikut mengangkut karung berisi krikil untuk meninggikan rel kereta di sana.

Sosok Pak Jokowi tersebut membawa suasana baru pada ranah politik di tengah para aktor politik yang kerap mengideologikan "jaim" sebagai syarat wajib seorang aktor politik di negeri ini. Kerap kita melihat personifikasi kekuasaan yang dilakukan seorang pejabat. Sehingga komunikasi yang terjadi pun hanya bersifat satu arah alias monolog. Pak Jokowi menabrak itu. Ia ingin memperlihatkan kesederhanaanya dan merebut simpati rakyat.

Sasa Djuarsa Sendjaja dkk dalam Teori Komunikasi membagi gaya komunikasi menjadi enam jenis yakni

Pertama, controlling style bersifat mengendalikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun