Di lain waktu, kuku jari kaki teman sekolah SD nyaris lepas saat salah menendang batu tatkala kami bermain bola sepak di halaman sekolah. Sepak bola adalah santapan kami sehari-hari. Pada musim main layangan, ada satu momen di mana teman satu kampung terluka parah pada telapak tangannya akibat tergores benang gelasan. Dan masih banyak kecelakaan terjadi manakala anak-anak jaman kami bermain.
Bagi kami dulu (dan bagi banyak orang dulu), tak ada permainan yang tak berisiko. Jika itu berbahaya, mustahil bisa diceritakan saat ini, malah dianggap sejarah manis.
Kenyataannya, latto-latto tak berbeda. Seperti juga permainan lainnya, risiko latto-latto memang ada seperti diberitakan media, namun tak perlu latah atau panik dengan melarangnya. Fokus tak perlu diarahkan ke peristiwa negatif. Hal ini bukan berarti menganggap remeh kecelakaan yang sudah terjadi.
Bukan juga tak berempati pada si korban dan keluarganya. Tidak sama sekali. Yang mau dikatakan adalah, yang terjadi itu persentasenya teramat kecil dibanding jutaan anak yang bermain dengan riangnya.
Memang tak ada angka pastinya namun jika sering-sering menimbulkan bahaya, pastilah sudah dilarang sama sekali dan tamatlah permainan itu.
Sikap yang perlu ditingkatkan adalah pengawasan pada faktor keamanan: kekuatan tali dan kerapatan bolanya, juga agar anak tak lupa diri sehingga bisa melakukan hal lainnya secara seimbang.
JAVARIO
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H