Pada zaman dahulu kala di sekitar pesisir pantai timur kerajaan Jambi ada sebuah daerah yang di kelilingi lautan yang sangat luas. Disana hiduplah seorang penguasa yang sangat sakti mandraguna. Sang penguasa itu bisa hidup di dua alam, alam nyata dan alam gaib. Beliau bernama "Raja Bujang".Â
Dengan kesaktiaanya yang luar biasa, Raja Bujang bisa merubah sebahagian lautan itu menjadi daratan yang ditumbuhi hutan belantara. Raja Bujang memiliki kapal sangat besar sehingga beliau sering berlayar menggunakan kapalnya.Â
Daerah ini sangat strategis sekali untuk dijadikan jalur rute perdagangan dan kaya akan hasil lautnya seperti ikan, udang, kerang dan rempah-rempah sehingga tidak heran jika daerah ini banyak diperebutkan oleh kerajaan lain seperti kerajaan Malaka dan kerajaan Jambi.Â
Akhirnya mereka berperang untuk memperebutkan daerah ini. Perang pun terjadi antara prajurit kerajaan Jambi dan prajurit kerajaan Malaka.
"Hei kalian utusan dari Malaka, kalian ingin merebut daerah ini? Jangan bermimpi, iko daerah kekuasaan Jambi".
"Bukan, ini bukan daerah kalian, raja kami, raja Kedanding menginginkan daerah ini."
"Baiklah kalau begitu kito perang sajo siapo yang menang akan menempati daerah ini."
"Setuju."
Perang pun terjadi antara kerajaan Jambi dan kerajaan Malaka dan dimenangkan oleh kerajaan Jambi. Oleh karena itu daerah ini menjadi bagian dari kerajaan Jambi. Akhirnya utusan Malaka pulang ke tanah halaman.
"Ampun Baginda, maafkan hambe, hambe membawe berite duke. Kite kalah baginda melawan utusan kerajaan Jambi."
"Ape? Kalah" tidak mungkin." Bete akan kirimkan pangeran Bete Yuda Satria Pengabuan untuk pergi kesane melihat daerah itu. Pengawal, pangilkan pangeran Yuda sekarang juge."
"Baik baginda."
Pangeran Yuda pun datang menemui ayahnya.
"Ya ayah, ada apa ayah memanggilku?"
"Begini anakku, kite baru saje mengalami kekalahan melawan kerajaan Jambi untuk memperebutkan sebuah daerah yang sangat strategis untuk perdagangan. Apakah engkau mau membantu kerajaan kite untuk melihat daerah itu?"
"Baiklah ayahanda, perintah ayahanda akan hamba laksanakan. Hamba akan ke sane seorang diri."
Sesampainya didaerah itu, Pangeran Yuda bermukim disebuah tempat ditepi sungai. Lalu dia berinisiatif membuat nama daerah itu menjadi Kuntala. Tanpa sepengetahuan pangeran Yuda, kedatangan pangeran Yuda tercium sampai ke kerajaan Jambi.
"Wahai baginda raja, ado serorang anak pangeran dari Malaka bermukim didaerah yang kito kuasai."
"Apo? Aku tidak akan tinggal diam, aku akan temui dio. Prajurit ayo berangkat sekarang."
"Baik baginda raja."
Setibanya disana, raja Jambi bertemu dengan Yuda Satria Pengabuan, dengan murka beliau mengusir Yuda dari tempat itu.
"Hai pemuda, siapo engkau? Kenapo engkau berani datang kedaerah kekuasaanku, apo tujuanmu?"
Dengan lantang Yuda menjawab:
"Aku adalah putra mahkota raja Kedanding untuk merebut daerah ini."Â
Raja Jambi amat sangat marah mendengar jawaban itu lalu berkata:
"Apo kau nak merebut daerah kekuasaanku? Mari kito tunjukkan siapo yang biso berkuasa didaerah ini."
"Baiklah"
Akhirnya mereka berperang dan perangpun berlangsung dimenangkan oleh Yuda Satria Pengabuan sehingga nama beliau diabadikan sebagai nama makam pahlawan di Kuala Tungkal.
Lalu datang lagi pendatang dari Palembang yang bernama Suryanata. Ia juga bermukim di daerah yang dikuasai oleh Yuda, dia ingin berdagang dan membuka lahan disana lalu mereka berteman dengan Yuda.
"Wahai pangeran Yuda, perkenalkan saya Suryanata dari Palembang, izinkanlah hamba untuk bermukim disini, hamba ingin berdagang dan membuka lahan disini."
"Baiklah pemuda, ku izinkan engkau untuk tinggal disini."
Seiringnya waktu merekapun berteman, pembicaraanpun berlanjut sampai mereka mempunyai niat untuk menyeberangi sungai untuk membuka lahan diseberang sungai tersebut, tetapi mereka tidak sanggup menyeberangi sungai itu karena daerah itu sudah dikuasai oleh raja Bujang.
(Mereka berusaha menyeberang (tapi tidak bisa))
"Pangeran Yuda kayaknyo aku dak sanggup untuk menyeberangi sungai ini, tempat ini sudah dipagari hal gaib."
"Same, aku juge dak bise, aku nyerah."
Akhirnya mereka berduapun memutuskan untuk kembali ke tempat asalnya (KUNTALA). Beberapa saat kemudian datanglah seorang ulama pendatang dari Banjarmasin bernama KH. Baharuddin yang berasal dari Banjar. Ia menetap juga di KUNTALA itu.Â
Melihat kealiman ulama tersebut lalu Yuda Satria meminta tolong kepada beliau untuk menembus pagar gaib itu.
"Wahai Tuan bisakah engkau membantu kami untuk menembus pagar gaib yang ada diseberang sana? Kami sudah berusaha untuk melewatinya dan kami tidak sanggup, barangkali tuan bisa untuk menembusnya."
"Baiklah anak muda, jika kalian tidak sanggup menyeberangi sungai itu maka aku akan mencobanya. Kalian tunggu saja disini, jika aku berhasil aku akan membawa kalian untuk bermukim disana. Apakah kalian setuju?"
"Baiklah Tuan."
"Bismillahirrahmanirahim ya Allah izinkan hamba menyeberangi sungai ini dengan mudah dan
selamat untuk bertemu penguasa daerah ini"
Karena pak Kiai sangat sakti, setelah 7 hari 7 malam akhirnya pak kiai bisa menyeberangi sungai itu, tetapi tidak memberikan kabar kepada mereka berdua.
"Pangeran Yuda cak mano kabar pak Kiai yo, sudah sampai dak yo beliau kesitu dah 7 hari 7
malam ni dak ado kabar."
"Dak tau lah ye, ape jangan-jangan beliau sudah meninggal dak?"
"Mungkin jugo"
Sementara pangeran Yuda dan Surya berpikiran seperti itu, ternyata pak Kiai bertemu dengan penguasa daerah itu yang Bernama Bujang.
"Assalamualaikum tuan, perkenalkan nama saya KH Baharuddin. Apakah saya bisa bermukim dan membuka lahan disini?"
"Apa? Ingin membuka lahan? Tidak bisa. Ini daerah kekuasaanku, hanya aku raja Bujang yang bisa membuka lahan atau permukiman disini kecuali jika engkau bisa mengalahkan kesaktianku pak kiai. "
"Baiklah raja Bujang, aku terima tantanganmu. Jika aku menang maka izinkanlah hamba untuk bermukim dan membuka lahan ini."
"Setuju pak kiai."
Akhirnya mereka berperang. (Hiya.....) namun karena keduanya sangat sakti ilmunya sehingga tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah.
"Baiklah pak kiai karena kita sama kuat tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah maka aku izinkan pak kiai dan pengikutnya bermukim dan menetap disini dengan syarat tidak ada yang saling bermusuhan, tidak ada yang saling menjatuhkan dan tetap menjaga kekompakan kota bersama".Â
"Apabila syarat itu engkau langgar maka akan ada bala yang datang berupa, Api...Api...Api...."Â
"Dan apabila ada pemimpin di daerah ini yang serakah mengambil kekayaan dari daerah ini untuk kepentingan pribadi maka musibah akan datang kepadanya. Harus ada peninggalan yang beliau tinggalkan agar bisa dikenang".
"Baiklah tuan, aku setuju"
Setelah itu KH Baharudin dan pengikutnya menetap dan bermukim didareah itu, mereka membuat lahan yang semakin lama semakin luas. Bahkan banyak beberapa pendatang yang berdatangan untuk datang ke sana untuk berdagang dan lain-lain.Â
Akhirnya setelah beberapa generasi ada sebuah pemerintahan daerah dan mengubah nama KUNTALA menjadi KUALA TUNGKAL.Â
Kuala yang berarti pertemuan dua sungai atau sungai dengan laut. Bahkan nama Yuda Satria Pengabuan saat ini kita
kenal dengan nama makam pahlawan kita.
Pesan moral dalam dongeng ini yaitu sesama manusia kita tidak boleh serakah, berselisih, saling menjatuhkan. Kita harus tetap menjaga kekompakan kota bersame "Serangkuh Dayung Serentak Ketujuan"
- Selesai -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H