Mohon tunggu...
NOR CHOLIS
NOR CHOLIS Mohon Tunggu... Wiraswasta - NOR CHOLIS

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum untuk Orang yang Secara Terencana Memanggil Sahabat dengan Panggilan Nama Binatang

16 Maret 2022   22:14 Diperbarui: 16 Maret 2022   22:22 3763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


HUKUM Untuk ORANG YANG SECARA Terencana MEMANGGIL Sahabat DENGAN PANGGILAN NAMA BINATANG

Oleh:
NOR CHOLIS 

Mahasiswa  fakultas Hukum universitas islam sultan agung
Persoalan:

Apakah orang yang secara terencana memanggil temannya dengan panggilan nama fauna atau hewan bisa dipidana?

Ulasan:

Kala kita lagi marah kepada orang lain, terkadang kita tidak dapat mengatur emosi sehingga keluar perkata serta panggilan kotor dari mulut kita. Misalnya, memanggil orang lain dengan nama hewan misalnya anjing serta sejenisnya.

Memanggil orang lain dengan nama hewan hukumnya haram dalam Islam. Apalagi tercantum dalam perbuatan dosa besar. Dalam Islam, memaki sesama manusia, paling utama terhadap kerabat seagama serta seiman, sangat dilarang. Disebutkan kalau orang mukmin tidak bisa jadi memaki, melaknat serta mengatakan kurang baik serta memanggil orang lain dengan nama- nama hewan.

Apalagi bagi Imam Nawawi, seorang yang memanggil orang lain dengan nama hewan, hingga ia memperoleh 2 dosa sekalian. Dosa awal merupakan dosa dusta, sebab ia sudah berbohong dengan memanggil orang lain dengan nama hewan sementara itu orang lain tersebut bukan hewan sebagaimana ia sebut. 

Dosa kedua merupakan menyakiti orang lain, sebab orang lain yang dipanggil dengan nama hewan tentu hatinya tidak terima serta tersakit. Menyakiti hati orang lain dalam tercantum perbuatan dosa. Dalam kitab Al- Azkar, Imam Nawawi mengatakan selaku berikut;

!!!::!.

Tercantum di antara kalimat yang tercela yang universal dipergunakan dalam perkataan seorang kepada lawannya merupakan perkataan; Hai keledai, hai kambing hutan, hai anjing, serta perkataan semacam itu. Perkataan semacam ini sangat kurang baik ditinjau dari 2 sisi. Awal, sebab itu perkataan dusta. Kedua, sebab perkataan itu hendak menyakiti saudaranya. Perkataan ini berbeda dengan perkataan; Hai orang dzalim, serta semacamnya. 

Perkataan ini dimaafkan sebab terdapatnya kebutuhan darurat diakibatkan oleh pertengkaran. Tidak hanya itu, pada biasanya perkataan itu merupakan perkataan yang benar, sebab kondisi kebanyakan orang merupakan dzalim terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain.

Dalam hukum positif di Indonesia, orang yang melaksanakan penghinaan terhadap orang lain, semacam mengejek, mengolok- olok, mencela ataupun menghina raga orang lain, baik dicoba secara langsung ataupun lewat media elektronik, ataupun lewat media sosial, hingga pelakon penghinaan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana, dengan ketentuan terdapat pengaduan dari korban kalau sudah terjalin penghinaan terhadap dirinya ataupun tercantum dalam delik aduan. Delik aduan ialah tindak pidana yang cuma bisa dituntut apabila terdapat pengaduan dari orang yang dirugikan.

Bila penghinaan tersebut dicoba secara langsung diucapkan ataupun menista dengan lisan, serta dicoba dengan metode terencana melanggar kehormatan ataupun melanda kehormatan ataupun nama baik orang lain, hingga pelakon bisa tuntut bersumber pada Pasal 310 ayat( 1) Kitab Undang- Undang Hukum Pidana tentang Penghinaan, dengan ancaman pidana berbentuk pidana penjara sangat lama 9( 9) bulan ataupun denda sangat banyak Rp. 4. 500,-( 4 ribu 5 ratus ribu rupiah), yang bila dikonversi jadi Rp. 4. 500. 000,-( 4 juta 5 ratus ribu rupiah).

Dalam Pasal 310 ayat( 1) KUHP dikatakan" benda siapa dengan terencana melanda kehormatan ataupun nama baik orang dengan jalur menuduh ia melaksanakan sesuatu perbuatan dengan iktikad yang nyata buat menyiarkan tuduhan itu biar di tahu universal sebab bersalah menista orang dipidana dengan pidana penjara selama- lamanya 9( 9) bulan ataupun denda sebanyak banyaknya Rp. 4. 500,-( 4 ribu 5 ratus rupiah) ataupun Rp. 4. 500. 000,-( 4 juta 5 ratus ribu rupiah). Bagi penafsiran secara universal kata menghina dalam pasal ini merupakan melanda kehormatan serta nama baik seorang, sehingga akibat perbuatan tersebut seorang jadi malu, lenyap martabat ataupun lenyap harga dirinya.

Setelah itu bila penghinaan tersebut dicoba secara tertulis misalnya dengan pesan ataupun foto yang ditayangkan, dipertunjukan ataupun ditempelkan bisa dikenakan sanksi bersumber pada Pasal 310 ayat( 2) KUHP dengan ancaman pidana penjara selama- lamanya 1( satu) tahun 4( 4) bulan ataupun denda sebanyak- banyak Rp. 4. 500,-( 4 ribu 5 ratus rupiah) yang bila dikonversi bersumber pada Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batas Tindak Pidana Ringan serta Jumlah Denda Dalam KUHP. Denda sebesar Rp. 4. 500( 4 ribu 5 ratus rupiah) dibaca jadi 4. 500. 000,-( 4 juta 5 ratus ribu rupiah).

Bila penghinaan raga seorang dicoba lewat media elektornik ataupun media sosial, hingga pelakon penghinaan dapat dikenakan sanksi bersumber pada Pasal 45 ayat( 1) junto Pasal 27 ayat( 3) Undang- Undang No 11 Tahun 2008 sebagaimana sudah diganti dengan Undang- Undang No 19 Tahun 2016 Tentang Data serta Transaksi Elektronik, dengan ancaman pidana, berbentuk pidana penjara sangat lama 6( 6) tahun serta/ ataupun denda sangat banyak Rp. 1. 000. 000. 000,-( satu miliyar rupiah).

Butuh dikenal kalau bersumber pada Pasal 74 ayat( 1) Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, pengaduan cuma boleh diajukan dalam waktu 6 bulan semenjak orang yang berhak mengadu mengenali terdapatnya kejahatan, bila bertempat tinggal di Indonesia, ataupun dalam waktu 9 bulan bila bertempat tinggal di luar Indonesia.

Apabila dikemudian hari korban penghinaan berganti benak serta hendak memaafkan pelakon, setelah itu mau menarik pengaduannya, hingga bersumber pada Pasal 75 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, penarikan kembali pengaduan atas sesuatu delik cuma bisa dicoba sangat lelet 3 bulan sehabis diajukan, apabila waktu tersebut sudah melalui hingga pencabutan aduan tidak lagi bisa dicoba. 

Maksudnya proses hukum senantiasa dilanjutkan, hendak namun apabila dalam proses peradilan hakim memutus lain, semacam mengabulkan perdamaian antara kedua pihak, serta menghentikan masalah, hingga itu jadi kewenangan hakim.

Bawah Hukum:

Undang- Undang No 11 Tahun 2008 sebagaimana sudah diganti dengan Undang- Undang No 19 Tahun 2016 Tentang Data serta Transaksi Elektronik

Kitab Undang- Undang Hukum Pidana

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batas Tindak Pidana Ringan.

Rujukan:

Kitab Al- Azkar, Imam Nawawi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun