Mohon tunggu...
Nor Qomariyah
Nor Qomariyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Senang melakukan kegiatan positif

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

"Aglomerasi" untuk Ekonomi Keberlanjutan dan Akselerasi Capaian SDGs Indonesia

8 April 2024   13:57 Diperbarui: 9 April 2024   10:50 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Penampakan udara kawasan SCBD, Jakarta. (Sequis Tower via Kompas.com) 

Khusus Jakarta dalam konteks strategis nasional saat ini telah disahkan Rancangan Undang-Undang Khusus Jakarta (RUUDKJ) sebagai Undang-undang pada Rapat Paripurna ke-14 persidangan IV tahun 2023-2024 (https://www.tribunnews.com/, 2024). UU ini secara khusus menyebutkan tujuan sinkronisasi pembangunan provinsi DKI Jakarta dengan daerah sekitarnya sebagai bentuk kawasan aglomerasi (Pasal 51 poin (1) UU tentang DKJ. 

Dalam UU ini juga tercantum ada 10 daerah di sekitar Kawasan DKI Jakarta, mulai dari kabupaten-kota hingga provinsi yang menjadi kawasan aglomerasi, mencakup provinsi DKI Jakarta, kabupaten Bogor, kabupaten Tangerang, kabupaten Bekasi, kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kota Bekasi.

Dengan adanya UU DKJ menjadi kawasan aglomerasi, tentunya masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh Dewan Aglomerasi, seperti melakukan sinkronisasi dokumen rencana tata ruang, dokumen perencanaan Pembangunan kementrian Lembaga, provinsi dan kabupaten/kota Dimana harus menyesuaikan fungsi ruang dan struktur agar selaras dengan DKJ.

Mengenal Model Aglomerasi

Bicara aglomerasi tentu saja memiliki beberapa model kawasan yang menyesuaikan dengan karakteristik, fungsi dan struktur wilayah. Terdapat beberapa teori tentang aglomerasi sesuai dengan Kawasan dan hingga saat ini masih cukup relevan.

  • Model Christaller. Model ini lebih mengutamakan bagaimana susunan dari ukuran besaran kota, jumlah kota, Tingkat distribusi penduduk hingga pendapatan (Central Places in Southern Germany, terjemahan C.W. Basuki 1966) (Tarigan, 2003). Model ini dikenal dengan K=3 Christaller dengan karakteristik wilayah datar, isotropic surface dan daya beli penduduk dengan nilai rata-rata ekonomi yang sama dan tersebar secara merata.
  • Model Von Thunen. Model ini lebih mencirikan perbedaan lokasi secara geografis-fungsional melalui berbagai pendapatan Masyarakat. Teori ini membuat contoh model pertanian dengan perbedaan fungsi Kawasan sampai dengan pertimbangan ekonomi sebagai dasar utama mata pencaharian pertanian. Von Thunen menulis teori ini dalam "The Isolated State in Relation to Agriculture" pada tahun 1966 dengen penerjemah Hall (Tarigan, 2003). Pola aglomerasi ini oleh Thunen dengan membuat pola penggunanaan fungsi lahan secara geografis dalam diagram cincin. Hal ini bertujuan mempertegas Dimana letak kantong perdagangan jasa, industri, pusat kota, kerajinan, hingga kantong terluar yang berdampingan dengan kawasan pedesaan.
  • Model Weber. Weber mengembangkan modelnya berdasarkan lokasi industri. Pemilihan ini dikarenakan atas prinsip minimasi biaya, pemilihan kemudahan transportasi, ketersediaan tenaga kerja yang identik dengan keuntungan maksimum, dengan 3 faktor utama: biaya transportansi, upah tenaga kerja, kekuatan aglomerasi ataupun de-aglomerasi. Weber menuliskan analisanya dalam buku "Weber's Theory of Location of Industries" pada 1929 (Tarigan, 2003).
  • Model Pendekatan Losch Market. Pendekatan ini sangat dipengaruhi oleh lokasi penjual dan pembeli sebagai konsumen. Apabila terjadi peningkatan supply and demand maka dengan sendirinya akan terjadi konsentrasi. Teori Losch terdapat dalam buku "The Economics of Location" pada 1954 (Tarigan, 2003).

Berdasarkan teori model aglomerasi, muncullah beberapa definisi aglomerasi, diantaranya Montgomery (1988). Montgomery mendefinisikan bahwa aglomerasi merupakan konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan, atau karena penghematan yang disebabkan oleh lokasi yang saling berdekatan (economies of proximity). Markusen (1996), lokasi aglomerasi adalah lokasi yang tidak mudah berubah akibat adanya penghematan eksternal yang terbuka bagi perusahaan, berdekatan dengan penyedia jasa, bukan merupakan akibat kalkulasi perusahaan atau pekerja secara individual.

Karenanya, aglomerasi sering kali diartikan sebagai 'Kota Mega' dengan gambaran aktifitas ekonomi secara eksternal dengan lokasi strategis dari adanya perusahaan dan aktivitas ekonomi perkotaan masyarakat urban dan ketersediaan infrastruktur yang mempermudah aksesibilitas.

Aglomerasi Indonesia, Ekonomi Berkelanjutan dan Akselerasi Capaian SDGs

Sebagai negara kepulauan yang besar, Indonesia tentu memiliki banyak sekali sumber daya. Soal aglomerasi, Indonesia, bukanlah negara pertama yang saat ini sedang menuju pengembangan kota dengan model aglomerasi. Berdasarkan definisi aglomerasi yang berbasis lokasi geografis yang bersifat nature based dan kelengkapan infrastruktur dengan tujuan mendorong pertumbuhan ekonomi, maka tujuan ekonominya tentu saja bersifat keberlanjutan.

Ekonomi pada dasarnya merupakan sistem dalam masyarakat dimana sumber daya yang terbatas (tanah, tenaga kerja, modal) dikelola secara adil dan berkelanjutan. Dengan asal kata dari 'oikos' yang berarti rumah dan 'nomos' yang berarti 'adat' atau 'hukum'. 

Ekonomi pada dasarnya sangat relate dengan faktor-faktor yang menentukan produksi, distribusi, konsumsi barang hingga jasa Dimana tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat dan mendukung tujuan masyarakat termasuk terhadap lingkungan yang ada di sekitarnya yang sepenuhnya memenuhi kebutuhan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun