Mohon tunggu...
Nor Qomariyah
Nor Qomariyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Senang melakukan kegiatan positif

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

"Aglomerasi" untuk Ekonomi Keberlanjutan dan Akselerasi Capaian SDGs Indonesia

8 April 2024   13:57 Diperbarui: 9 April 2024   10:50 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Penampakan udara kawasan SCBD, Jakarta. (Sequis Tower via Kompas.com) 

Kota ini dibangun dengan menyeimbangkan berbagai kepadatan dan pola pertumbuhan penduduk, tata guna lahan, skala bangunan dan manusia, layanan dan tipe komunitas, transportasi, desain jalan, desain bangunan, ruang publik, biaya pembangunan, proses perencanaan, aksesibilitas, green space hingga pertumbuhan kesehateraan ekonomi bagi penduduk yang tinggal didalamnya dari perspektif sosiologi, ekonomi dan ekologi pembangunan.

Kedua kawasan ini juga mengingatkan kita pada salah satu kota besar di China, yakni Beijing sebagai kota metropolitan dengan model aglomerasi yang ramah lingkungan, berkebudayaan dan layak huni dengan berbagai fasilitas hingga teknologi dan satelit. 

Beijing kini menjelma sebagai pusat peradaban internasional dengan berbagai skala kemajuan industri, teknologi dan bisnis yang mengendalikan sebagian besar pertumbuhan ekonomi dunia.

Aglomerasi juga menjadi topik hangat pembicaraan masyarakat sejak muncul pasca pemilu presiden pada 14 Februari 2024 lalu. Status Jakarta yang tak lagi menjadi Ibu Kota sejak Februari 2024, diperlukan kebijakan khusus yang mengatur Jakarta, sesuai dengan UU Ibu Kota Negara (IKN) No 3 Tahun 2022. Hingga saat ini, status Jakarta masih dalam proses penggodokan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) (https://www.idntimes.com., 2024).

Aglomerasi ditingkat masyarakat berkembang menjadi sebuah konsep yang menyatukan beberapa kota besar di Jakarta dan sekitarnya, seperti Bogor, Depok, Bekasi bahkan Cianjur yang digadang-gadang akan menjadi perkotaaan aglomerasi. 

Hal ini menjadi spekulasi yang kian meluas ditambah dengan isu kebijakan yang nantinya akan digodok oleh Dewan Aglomerasi dan menjadi salah satu tanggungjawab wakil presiden RI di masa mendatang.

Sebagai salah satu fokus pembahasan peningkatan ekonomi perkotaan, aglomerasi diharapkan mampu mendorong peningkatan produktivitas, penyebarluasan informasi, membuka pasar yang lebih luas dan tentunya kesempatan kerja hingga ketersediaan tenaga kerja. 

Daya tarik inilah yang kemudian berkembang menjadi manfaat, dimana menurut Henderson et.al (2019), aglomerasi menjadi pemantik manfaat nyata dari proses percepatan pertumbuhan ekonomi perkotaan.

Bagaimana Aglomerasi Bermula?

Aglomerasi berkembang diawali oleh negara-negara maju yang kemudian diikuti oleh negara-negara berkembang, seperti Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura, revolusi teknologi informasi telah mengubah perekonomian menjadi ekonomi informasi bersifat global (Carnoy, et al. dalam Kuncoro, 2002). Hal ini diikuti oleh proses industrialisasi yang terkonsentrasi dalam suatu wilayah spasial geografis yang memunculkan konsentrasi ekonomi pada area tertentu dan menjadikan negara-negara berkembang di atas saat ini menjadi negara maju.

Jika di Inggris, terdapat kawasan Axial Belt, maka di India, Itali, Portugal, Belgia, Perancis dan daerah lain, juga yang menjadi pusat industri maju yang berlokasi di sekitar sungai Ruhr (Hayter, 2000) sebagai pusat konsentrasi industri manufaktur. Sama dengan Jakarta, sebagai kawasan industri manufaktur yang kemudian merambah menjadi kota metropolis dan mempengaruhi konsentrasi pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun