Mohon tunggu...
Nor Qomariyah
Nor Qomariyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Senang melakukan kegiatan positif

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mbah Karti dan Jampersal untuk Bayi dan Ibu Melahirkan

3 Agustus 2022   23:03 Diperbarui: 5 Agustus 2022   04:38 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Perempuan berambut hitam dengan gelungan kecil itu begitu cekatan memetik berbagai ramuan rempah di sekitar rumahnya. 

Rumah panggung, salah satu khas rumah masyarakat Provinsi Jambi yang hingga saat ini masih dipertahankan oleh sebagian masyarakatnya, dengan kayu ulin yang kokoh dan tak lekang oleh zaman. 

Mbah Karti yang keturunan Jawa ini pun begitu senang dengan rumah panggungnya, karena merasa ada penyatuan jiwa sekaligus budaya di mana ia memijak tanah Melayu. 

Di sekitar rumah inilah Mbah Karti menanam berbagai empon-empon yang ia butuhkan untuk para ibu hamil dan jabang bayi yang bertandang untuk sekadar meminta pijitan rempahnya yang khas. Ada kunyit, jahe, temulawak, deringo, kencur dan berbagai jenis akar-akaran serta dedaunan menjadi bahan racikan utama mbah Karti.

Kepada setiap ibu dan bayi yang datang, Mbah Karti selalu menyambut hangat, dengan ramah dan menanyakan keluhannya.

Dengan sigap tangannya yang lembut berbalur dengan kerut, tetap memberikan tambahan tenaga baru bagi para ibu dan bayi yang bertandang. 

Tak jarang, setiap ibu hamil dan bayi yang datang padanya terasa nyaman setelah diberikan sedikit pijatan lembut dan diberikan 'wedang jahe' jika sudah selesai.

Apa yang dilakukan Mbah Karti, merupakan bagian dari rengkuha pertolongan bagi ibu dan bayi saat membutuhkannya. 

Ada banyak cerita yang ia selalu utarakan, bagaimana ia memberikan pertolongan persalinan dengan keikhlasan. Justru nilai itulah yang melancarkan setiap kali Mbah Karti menangani berbagai macam kesulitan, saat ibu berjuang melahirkan. 

Saat itulah Mbah Karti merasa terpanggil dengan kesigapannya, meski kini jasanya sudah jarang dipergunakan dan tenaganya pun semakin berkurang.

Minimal dengan penanganan efektif yang dilakukan Mbah Karti bisa menjadi upaya preventif meskipun kini sudah ada jaminan kesehatan lebih baik bagi masyarakat secara luas. 

Bahkan sejak 2011, soal penanganan kelahiran bayi dengan 'Jaminan Persalinan' atau Jampersal, telah diupayakan peningkatan kualitasnya oleh pemerintah. 

Pertanyaannya adalah, mengapa penting sebuah jaminan kesehatan secara khusus untuk proses persalinan? 

Ini merupakan pertanyaan mendasar yang harus dijawab, mengapa kemudian Inpres No.5 Tahun 2022 tentang Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan bagi ibu Hamil, Bersalin, dan Bayi Baru Lahir Melalui Jaminan Persalinan disahkan oleh Presiden pada 12 Juli 2022 lalu.

Inpres ini menempati posisi penting tentunya di tengah tingginya kematian ibu dan bayi di Indonesia, di mana oleh WHO dan UNICEF masih mencatat sebanyak 177 per 100.000 kelahiran hidup pada 2017. 

Buku Putih Reformasi Kesehatan Nasional yang dikeluarkan oleh Kementerian PPN/Bappenas, juga memberikan proyeksi, jika berdasarkan baseline 2019, maka Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia adalah 305 per 100.000 kelahiran dengan target yang harus dicapai pada 2024 adalah 183 per 100.000 kelahiran hidup. 

Bukan hal yang gampang untuk mencapainya dan dibutuhkan kerja sama banyak pihak untuk fasilitasi layanan kesehatan bagi ibu melahirkan, apalagi Indonesia menempati angka yang tinggi dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, seperti Malaysia 29 per 100.000 kelahiran, Thailand 37, dan Filipina 121.

Bagi banyak pihak, tentu Jampersal disambut baik, meskipun kebijakan ini akan berakhir pada 31 Desember 2022 dengan persyaratan yang juga tidak mudah untuk diakses oleh masyarakat umum, terutama yang termasuk dalam golongan 'fakir miskin' (sesuai UU No. 13 Tahun 2011) dan 'tidak mampu', terdaftar di Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai data kepesertaan Jampersal dan ini masih harus difasilitasi oleh daerah guna pemenuhan sumber daya dan fasilitas pelayanan kesehatan, ditambah pemutakhiran data terpadu kesejahteraan sosial yang diverifikasi hingga penyiapan percepatan anggaran. 

Hanya saja dari sisi lain, Jampersal bisa dikatakan 'belum menaungi pembiayaan penyakit pada ibu bayi di luar persalinan, seperti halnya diabetes, hipertensi, Tuberkulosis (TBC) dan lainnya'. Artinya, sakit yang diderita ibu bayi di luar persalinan tak ditanggung oleh Jampersal. Padahal penurunan AKI, penurunan insidensi HIV, prevalensi stunting hingga TBC menjadi poin dindikator 'pembangunan nasional' yang targetnya akan selesai di tahun 2024.

Jampersal pada dasarnya  termasuk upaya pemerintah untuk pencapaian tujuan ke-3 dalam Sustainable Development Goals (SDGs), yakni 'Kehidupan Sehat dan Sejahtera', di mana terdapat 38 indikator yang harus dipenuhi. Termasuk di dalamnya adalah pemenuhan gizi masyarakat, sistem kesehatan nasional, akses kesehatan dan reproduksi, Keluarga Berencana (KB) hingga sanitasi dan air bersih. Karenanya, Jampersal dengan pembiayaan 6,3 triliun (bisnis.tempo.co) harus benar-benar tepat sasaran dan dilakukan monitoring evaluasi dari sisi implementasi secara holistik dan sinergis.

'Akselerasi' ini yang mungkin harus kita lakukan bersama secara kolaboratif menyambut kebijakan Inpres Jampersal ini. Mengingat tak semua wilayah Indonesia memiliki akses yang sama, bukan hanya jalan tapi juga fasilitas layanan kesehatan yang jauh dari pemukiman. 

Bukan hanya soal transportasi kendaraan, tapi pemenuhan administrasi yang kadang menghadang dan sulit dimanifestasikan.

Pertama, penerapan sistem terintegrasi, antara Jampersal dengan BPJS Kesehatan yang juga meng-cover sakit yang diderita sang ibu selama masa kehamilan, melahirkan hingga masa nifas, agar sang ibu bisa mendapatkan pengobatan secara rutin.

Kedua, infrastruktur layanan dan fasilitas kesehatan, mulai dari tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten. 

Dalam hal ini, Posyandu memegang peranan penting pada fasilitas pertama tingkat desa, apalagi jika berada di daerah yang secara akses jalan dan transportasi cukup sulit, seperti di Kalimantan di mana jalur penghubungnya berupa sungai yang harus menggunakan kapal di mana bisa difungsikan sebagai ambulans, Jambi di mana tempat Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba berdiam di dalam hutan tersisa, atau Papua misalnya yang secara akses jalan juga terbatas dengan berbagai wilayah yang masih terpencil.

Ketiga, peningkatan skill dan kapasitas bidan desa maupun paraji atau dukun bayi. Ini perlu diintegrasikan dengan pola kolaborasi dengan 'paraji' atau dukun bayi, yang memiliki kearifan lokal dan penanganan kelahiran berdasarkan pengetahuan masyarakat setempat. Sehingga ini bisa menjadi prasyarat dalam memberikan pertolongan pertama dalam situasi darurat, ketika jauh dari akses fasilitas kesehatan.

Keempat, memastikan 'the right person' sebagai penerima manfaat Jampersal dengan kemudahan pemenuhan syarat admnistratif. 

Selain itu juga, perlu dilakukan sistem kontrol dan mengukur efektivitas dan efisiensi kebijakan Jampersal, mulai dari control environment (lingkungan pengendalian), risks assessment (penaksiran resiko), control activities (kegiatan pengendalian), information and communication (informasi dan komunikasi), hingga monitoring (pemantauan).

Kelima, menentukan tolok ukur keberhasilan secara sistematis dan akuntabel, sehingga transparansi keberhasilan dapat dilihat oleh masyarakat secara langsung. Termasuk ukuran keberhasilan secara kolaboratif dengan semua pihak baik private sector, pemerintah, dan juga masyarakat.

Pembelajaran menarik dari apa yang dilakukan Mbah Karti adalah bagaimana dengan pengetahuan kearifan lokal yang ia miliki dipadu dengan kedekatan emosional mampu menolong kondisi ibu bayi. 

Kharisma dan ikatan batin inilah yang kemudian mengapa para 'dukun bayi atau paraji' masih tetap harus dijaga, menjadi 'mitra' layanan kesehatan yang padu dan tak lekang oleh waktu. Bahkan tetap selalu membantu memfasilitasi situasi kelahiran yang terkadang serba tak tentu. 

Mbah Karti dan dukun bayi lainnya hingga 2018, masih menjadi pilihan para ibu melahirkan sebanyak 691,789 jiwa (www.solopos.com) dari 5,043,073 Ibu melahirkan. Ini menandakan, 'Jampersal dan Mbah Karti' adalah satu kesatuan 'kolabrasi' bagi keselamatan ibu dan bayi untuk generasi negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun