Pertama, penerapan sistem terintegrasi, antara Jampersal dengan BPJS Kesehatan yang juga meng-cover sakit yang diderita sang ibu selama masa kehamilan, melahirkan hingga masa nifas, agar sang ibu bisa mendapatkan pengobatan secara rutin.
Kedua, infrastruktur layanan dan fasilitas kesehatan, mulai dari tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten.Â
Dalam hal ini, Posyandu memegang peranan penting pada fasilitas pertama tingkat desa, apalagi jika berada di daerah yang secara akses jalan dan transportasi cukup sulit, seperti di Kalimantan di mana jalur penghubungnya berupa sungai yang harus menggunakan kapal di mana bisa difungsikan sebagai ambulans, Jambi di mana tempat Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba berdiam di dalam hutan tersisa, atau Papua misalnya yang secara akses jalan juga terbatas dengan berbagai wilayah yang masih terpencil.
Ketiga, peningkatan skill dan kapasitas bidan desa maupun paraji atau dukun bayi. Ini perlu diintegrasikan dengan pola kolaborasi dengan 'paraji' atau dukun bayi, yang memiliki kearifan lokal dan penanganan kelahiran berdasarkan pengetahuan masyarakat setempat. Sehingga ini bisa menjadi prasyarat dalam memberikan pertolongan pertama dalam situasi darurat, ketika jauh dari akses fasilitas kesehatan.
Keempat, memastikan 'the right person' sebagai penerima manfaat Jampersal dengan kemudahan pemenuhan syarat admnistratif.Â
Selain itu juga, perlu dilakukan sistem kontrol dan mengukur efektivitas dan efisiensi kebijakan Jampersal, mulai dari control environment (lingkungan pengendalian), risks assessment (penaksiran resiko), control activities (kegiatan pengendalian), information and communication (informasi dan komunikasi), hingga monitoring (pemantauan).
Kelima, menentukan tolok ukur keberhasilan secara sistematis dan akuntabel, sehingga transparansi keberhasilan dapat dilihat oleh masyarakat secara langsung. Termasuk ukuran keberhasilan secara kolaboratif dengan semua pihak baik private sector, pemerintah, dan juga masyarakat.
Pembelajaran menarik dari apa yang dilakukan Mbah Karti adalah bagaimana dengan pengetahuan kearifan lokal yang ia miliki dipadu dengan kedekatan emosional mampu menolong kondisi ibu bayi.Â
Kharisma dan ikatan batin inilah yang kemudian mengapa para 'dukun bayi atau paraji' masih tetap harus dijaga, menjadi 'mitra' layanan kesehatan yang padu dan tak lekang oleh waktu. Bahkan tetap selalu membantu memfasilitasi situasi kelahiran yang terkadang serba tak tentu.Â
Mbah Karti dan dukun bayi lainnya hingga 2018, masih menjadi pilihan para ibu melahirkan sebanyak 691,789 jiwa (www.solopos.com) dari 5,043,073 Ibu melahirkan. Ini menandakan, 'Jampersal dan Mbah Karti' adalah satu kesatuan 'kolabrasi' bagi keselamatan ibu dan bayi untuk generasi negeri ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI