Bahkan sejak 2011, soal penanganan kelahiran bayi dengan 'Jaminan Persalinan' atau Jampersal, telah diupayakan peningkatan kualitasnya oleh pemerintah.Â
Pertanyaannya adalah, mengapa penting sebuah jaminan kesehatan secara khusus untuk proses persalinan?Â
Ini merupakan pertanyaan mendasar yang harus dijawab, mengapa kemudian Inpres No.5 Tahun 2022 tentang Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan bagi ibu Hamil, Bersalin, dan Bayi Baru Lahir Melalui Jaminan Persalinan disahkan oleh Presiden pada 12 Juli 2022 lalu.
Inpres ini menempati posisi penting tentunya di tengah tingginya kematian ibu dan bayi di Indonesia, di mana oleh WHO dan UNICEF masih mencatat sebanyak 177 per 100.000 kelahiran hidup pada 2017.Â
Buku Putih Reformasi Kesehatan Nasional yang dikeluarkan oleh Kementerian PPN/Bappenas, juga memberikan proyeksi, jika berdasarkan baseline 2019, maka Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia adalah 305 per 100.000 kelahiran dengan target yang harus dicapai pada 2024 adalah 183 per 100.000 kelahiran hidup.Â
Bukan hal yang gampang untuk mencapainya dan dibutuhkan kerja sama banyak pihak untuk fasilitasi layanan kesehatan bagi ibu melahirkan, apalagi Indonesia menempati angka yang tinggi dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, seperti Malaysia 29 per 100.000 kelahiran, Thailand 37, dan Filipina 121.
Bagi banyak pihak, tentu Jampersal disambut baik, meskipun kebijakan ini akan berakhir pada 31 Desember 2022 dengan persyaratan yang juga tidak mudah untuk diakses oleh masyarakat umum, terutama yang termasuk dalam golongan 'fakir miskin' (sesuai UU No. 13 Tahun 2011) dan 'tidak mampu', terdaftar di Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai data kepesertaan Jampersal dan ini masih harus difasilitasi oleh daerah guna pemenuhan sumber daya dan fasilitas pelayanan kesehatan, ditambah pemutakhiran data terpadu kesejahteraan sosial yang diverifikasi hingga penyiapan percepatan anggaran.Â
Hanya saja dari sisi lain, Jampersal bisa dikatakan 'belum menaungi pembiayaan penyakit pada ibu bayi di luar persalinan, seperti halnya diabetes, hipertensi, Tuberkulosis (TBC) dan lainnya'. Artinya, sakit yang diderita ibu bayi di luar persalinan tak ditanggung oleh Jampersal. Padahal penurunan AKI, penurunan insidensi HIV, prevalensi stunting hingga TBC menjadi poin dindikator 'pembangunan nasional' yang targetnya akan selesai di tahun 2024.
Jampersal pada dasarnya  termasuk upaya pemerintah untuk pencapaian tujuan ke-3 dalam Sustainable Development Goals (SDGs), yakni 'Kehidupan Sehat dan Sejahtera', di mana terdapat 38 indikator yang harus dipenuhi. Termasuk di dalamnya adalah pemenuhan gizi masyarakat, sistem kesehatan nasional, akses kesehatan dan reproduksi, Keluarga Berencana (KB) hingga sanitasi dan air bersih. Karenanya, Jampersal dengan pembiayaan 6,3 triliun (bisnis.tempo.co) harus benar-benar tepat sasaran dan dilakukan monitoring evaluasi dari sisi implementasi secara holistik dan sinergis.
'Akselerasi' ini yang mungkin harus kita lakukan bersama secara kolaboratif menyambut kebijakan Inpres Jampersal ini. Mengingat tak semua wilayah Indonesia memiliki akses yang sama, bukan hanya jalan tapi juga fasilitas layanan kesehatan yang jauh dari pemukiman.Â
Bukan hanya soal transportasi kendaraan, tapi pemenuhan administrasi yang kadang menghadang dan sulit dimanifestasikan.