Mohon tunggu...
Novyana Handayani
Novyana Handayani Mohon Tunggu... aparatur sipil negara -

Dulu sempat menjadi jurnalis. Lima tahun saya rasa cukup, karena ternyata label media cetak hanya perusahaan kapitalis yang mementingkan rekening pribadi dibanding kesejahteraan karyawan serta informasi yang valid, berimbang serta aktual bagi khalayak. Kini, saya hanya seorang penulis tanpa kertas...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indonesia dan Kemurahan Hati

30 September 2015   12:36 Diperbarui: 30 September 2015   12:54 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

INDONESIA dan Kemurahan Hati

Setiap kali ditanya kesan tentang Indonesia, WN asing sering menyebut orang Indonesia ramah. Biasanya mereka menyebut, orang Indonesia senang menyapa dan mengobrol, banyak tersenyum dan senang membantu.

Senang membantu! Hal itu saya lihat secara nyata di bekas camp pengungsi Vietnam di Pulau Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Sejak lama saya memang sudah penasaran ingin melihat peninggalan camp pengungsian Vietnam, namun baru Minggu kemarin (27/9) kesampaikan.

Bekas camp itu berjarak sekitar 30 menit perjalanan menggunakan mobil, dari pusat Kota Batam. Tak sulit menemukan lokasinya, cukup berjalan pelan setelah jembatan 5, maka kita akan menemukan papan petunjuk di sisi kiri jalan.

Beberapa orang yang saya baca tulisannya tentang Bekas Camp Pengungsi Vietnam ini, menyebut tempat itu asri, sejuk, indah dan tenang. Kawanan monyet liar yang berada di jalan-jalan, menambah unik tempat itu.

Tapi bukan hal itu yang saya lihat dari bekas camp pengungsi Vietnam itu. Saya melihat, sungguh bangsa ini ringan tangan dalam membantu sesama. Bayangkan saja, 80 hektar lahan disediakan bagi pengungsi Vietnam yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari jumlah penduduk Kepulauan Riau yang saat itu masih berstatus kabupaten.

Tercatat 250 ribu jiwa pengungsi Vietnam datang ke Indonesia pada tahun 1970-an, menggunakan kapal-kapal kayu. Drama mencari suaka itu diabadikan dalam foto dan lukisan yang dipajang di museum sederhana di camp.

Mata saya berkaca-kaca melihat pemandangan manusia yang tak sanggup melalui perjalanan berat mencari kehidupan yang lebih baik itu. Sebagian dari mereka tiba di Indonesia dalam keadaan tak lagi bernyawa. Saya membayangkan pemandangan itu mirip dengan yang dialami pengungsi Suriah hari-hari ini.

Sebanyak 250 ribu pengungsi yang melarikan diri dari perang itu, diberi identitas sementara. Identitas itu tak hanya berisi nama dan tempat serta tanggal lahir, juga berisi identitas kapal yang mereka tumpangi dari Vietnam.

Mereka kemudian ditempat di barak-barak pengungsi. Hingga kini, identitas sementara serta data-data pengungsi sesuai barak yang mereka tinggali masih tersimpan di museum. Tak hanya berisi barak sebagai tempat berteduh, pengungsian itu dilengkapi juga dengan pusat kesehatan, tempat-tempat ibadah, sekolah, bahkan pusat kebugaran hingga pemakaman.

Camp pengungsian itu dibangun atas kerjasama Pemerintah Indonesia dengan UNHCR.  Secara berkala, mereka dikirimi kebutuhan pokok sehari-hari oleh UNHCR. Lembaga pengungsi PBB itu juga menyediakan tenaga-tenaga guru, baik dari Indonesia maupun dari warga asing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun