Agresi  itu diawali dengan membombardir lapangan terbang Maguwo selanjutnya menerjunkan pasukan payung. Setelah lapangan terbang Maguwo dikuasai,  dengan menggunakan jembatan terbang  24 pesawat DC 3 Dakota, didatangkan  pasukan dan peralatan perang dari Semarang dan Bandung.       Â
Bahwa tentara Belanda akan melakukan agresi militer kembali sudah diperkirakan oleh TNI, namun diluar perhitungan bahwa serangan itu melalui lapangan terbang Maguwo. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Sedangkan TNI mewaspadai serangan dari arah barat atau Bandung di mana  pasukan Belanda ditempatkan,  atau Semarang. Tidak diperhitungkan penyerangan melalui lapangan terbang Maguwo.
Karena itu pasukan TNI dikosentrasikan di sebelah barat Yogyakarta dalam rangka latihan sekaligus antisipasi serangan dari arah barat.
Dalam kosentrasi pasukan seperti itu, Komandan Brigade X Letnan Kolonel Soeharto hanya memiliki satu kompi pasukan yang digunakan untuk menghambat  gerak maju pasukan Belanda.
Satu kompi itu berhasil menghambat gerak maju satu brigade pasukan Belanda sehingga baru lepas tengah hari pasukan Belanda berhasil masuk kota Yogyakarta. Penghambatan memberi waktu untuk melakukan bumi hangus dan memberi kesempatan bagi Panglima Besar Jenderal Soedirman meninggalkan Yogya melalui jalur selatan.
Sebelumnya, pada bulan Juni 1948, Panglima Besar Jenderal Soedirman mengeluarakan perintah Siasat no 1 pada bulan Juni, yaitu mengantisipasi serangan tersebut dengan taktik perang gerilya serta menjadikan seluruh pulau Jawa menjadi medan perang gerilya. Dan kepada para komandan yang memiliki kekuatan dapat melakukan serangan tanpa komando atas.
Perintah Siasat no 1 tahun 1948 menjadi pedoman seluruh komandan dijajaran TNI menghadapi agresi militer Belanda kedua.
Akhirnya Yogyakarta sebagai centre of grafity Repyblik Indonesia berhasil diduduki oleh Belanda. Kota ini dijaga oleh Brigade Tiger yang terdiri dari tiga ribu prajurit termaksuk satu batalyon pasukan khusus---KST-Korps Speciale Troepen.
Setelah menahan laju gerak pasukan Belanda, Letnan Kolonel Soeharto bersama pasukannya ke luar kota dan mulai menyusun kembali pasukan yang berada di luar kota.
Pasukan yang di luar kota dibagi menjadi empat sektor sesuai dengan arah mataangin kemudian menjadi enam, dan mulai menyerang pos dan markas Belanda di Yogyakarta malam hari.