Mohon tunggu...
Noncik Langgur
Noncik Langgur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Membaca dan Menulis. Menulis dan membaca

Apa Yang Engkau Tidak Tahu Tahulah Engkau Bahwa Engkau Tidak Tahu. Wae Keram.Id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Curahan Hati dari Seorang Ayah di Balik Padi yang Mulia Menguning

16 November 2021   14:09 Diperbarui: 16 November 2021   14:57 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto pribadi/ayah seorang pahlawan keluarga. Randang Mukun Manggarai Timur

Tulisan ini saya awali dengan ucapan terima kasih, kepada semua seorang yang statusnya Ayah. yang saat ini masih berjuang untuk membangun keluarga yang harmonis dan berusaha untuk tetap menghidupkan keluarga tercinta. 

Sore itu aku masih tidur, saya mendengar nada bicara yang tidak seimbang. Yang satu nadanya keras, yang satu lagi nadanya pelan. Saya langsung bangun dari tidur dalam hati bertanya siapa yang ribut ni?. 

Saya lihat padahal Ayah dan Ibu lagi bertengkar. Ya bertengkar hanya karena siap yang pergi menjaga burung pipit, yang lazim di sebut oleh orang di kampung saya yaitu: 

Lami Kaka Peti (jaga burung pipit). Di tengah pertengkaran mereka, saya langsung bilang biar saya dengan Ayah saja yang pergi ke sawah, sore itu kami berdua sama-sama berjalan menuju sawah untuk melihat keadaan padi dan ada tujuan utamanya. 

Yaa untuk lami kaka peti (jaga burung pipit), karena musim ini. Musim di mana seorang petani terlebih khusus petani sawah, pekerjaan utama mereka itu adalah lami kaka peti (jaga burung pipit) supaya padi mereka tetap aman.

Sore itu suasananya begitu adem, tahu saja to suasana setelah hujan redah itu bagaimana?. Saya dengan Ayah berjalan pelan menuju pematang sawah, pada saat itu cuaca dingin menemani perjalan kami setibanya kami di sana. Kami langsung disuguhi dengan suasana alam sangat apik, melihat padi menunduk seperti prajurit menghormati tuannya dan buahnya mulai menguning. 

Di saat itu aku melihat Ayah mengekspresikan wajahnya dangan menampilkan lesung yang menghiasi pipinya, padahal dari Rumah tadi Ayah sangat marah dengan Ibu. Saya melihat itu dalam hati saya mengagumi bahwa di balik senyuman seorang Ayah ada makna yang sangat bahagia. 

Yaa artinya dia sangat gembira, melihat padi yang mulai menguning dalam hati kecilnya dia berkata, kami tidak lapar lagi karena sebentar lagi kami panen. Saya bisa menutupi utang-utang orang dengan hasil panen nanti. Mungkin dalam hatinya Ayah berkata seperti yang saya katakan akan tetapi saya tidak tahu isi hatinya.Hahahhahah

Ayah mengajak aku untuk duduk di tempat biasa, tempa itu. Namanya Tenda tempat untuk kita berteduh, berbagi cerita, dan untuk mengingat orang-orang yang kita kagumi, yaa walaupun hanya sebatas mengagumi. Tempat itu terbuat dari bambu dan atapnya dari seng bekas. Tempat yang paling strategis dan bisa melihat dari ujung ke ujung sawah. Sehingga sangat mudah untuk melihat kedatangan burung pipit dari mana arahnya. 

Di tempat itu, saya mencicipi ubi bakar di temani secangkir kopi dan sebatang rokok. Sambil mendengar curahan hati dari seorang Ayah, Ayah bercerita tentang usaha untuk hidup. 

Ayah bilang anak kalau kita tetap hidup itu butuh usaha, butuh kerja keras, butut tantangan. Hidup itu tidak semuda apa yang ada di imajinasi, kita butuh tindakan, kita butuh kerja keras untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, karena tidak mudah seperti membalikan telapak tangan. 

Begitu pula dengan Ayah, Ayah berusaha keras merawat dan memelihara padi ini sehingga dia tumbuh dan berkembang begini. Kita senang kan melihat padi di sekeliling kita saat ini, dia tumbuh baik dan buahnya menunduk itu berarti ada isinya tuu. 

Jika sebaliknya dia tidak menunduk itu berarti tidak ada isinya berarti Ayah gagal merawat dia, akan tetapi Ayah melihat padi yang sedang menunduk menyambut kita berdua. Jujur anak Ayah melihat padi ini, sangat senang dan bangga dengan kualitas buah yang baik dengan biji-biji padi yang sempurna, menghiasi isi petak-petak sawah kita. 

Sembari menebarkan senyum dan membuang asap rokoknya, Ayah juga langsung menyambung dengan kalimat indah dari mulutnya. Berarti padi ini betul-betul menghargai kerja keras ayah selama ini. Merawat dia dari masa taman, memberi dia pupuk, air, dan jenis obat lainnya untuk menghilangkan hama yang menganggu tanaman padi. 

Ayah juga kasi tahu kepada kamu anak, kita harus menghargai apa yang kita tanam dan apa yang kita pelihara.

Jaga baik-baik dan rawat baik-baik. Apapun yang dia butuh dikasih, jika terlalu banyak yaa di kurangin supaya dia bertumbuh dengan baik, berkembangbiak dengan baik. 

Yaa kalau anak mudah sekarang bilang seperti jaga pasangan hidup, asalkan jangan jaga orang pung jodoh. Ayah mengeluarkan ekspresi waja penuh kegembiraan, sambil membuang asap rokoknya indah. Saya menjawab Mekas eee sambil tertawa hahahaha. "Mekas" yang artinya Opa, akan tetapi bisa juga kata "Mekas", merupakan panggilan sayang dari seorang anak untuk seorang Ayah, dalam bahasa Manggarai Timur.

Karena saya jawabnya sambil tertawa, Ayah langsung potong dengan nada yang cukup getas dia bilang. Ia anak, kalau kita memelihara tanaman apapun itu. Yaa engkau lihat saja Ayah saat ini merawat padi ini, dengan cinta dan kasih sayang sambil tertawa hahahahah

Mekas eee (opa) ni lucu juga eee

Iaa memang benar, itu makanya buah dari padi yang menghiasi bola mata kita sekarang ini betul-betul menghargai keringat Ayah. Anak kau tahu, ketika engkau dengan adikmu jauh dari Rumah, Ayah di sini kerja sendiri apa lagi pada musim ini. Ayah begitu bersusapaya mengeja sawah dan merawat padi ini, yaa dengan tujuan menghidupkan keluarga kita. Karena untuk menghidupi keluarga itu susah tanpa kerja keras, menghidupi engkau dengan adikmu di sana. Kalau Ayah tidak kerja sawah dari mana Ayah dapat uang untuk biaya kamu di sana. Untuk beli makan dan lain-lain.

Sambil saya mendengar cerita dari Ayah, saya melihat segerombolan burung yang terbang kian-kemari menghiasi langit yang penuh dengan awan puti yang begitu menarik dan indah di pandang. Walaupun burung-burungnya hanya satu saja jenis saja, yaa karena musimnya. 

Orang-orang di kampung saya lami kaka peti (jaga burung pipit), itu berlaku bagi orang-orang yang mempunyai sawah 'kelang', artinya kalau tidak salah, sawah yang mempunyai sumber airnya banyak. Karena musim ini identik dengan musim kering, sehingga tidak semua masyarakat di kampung saya ini  lami kaka peti (jaga burung pipit). 

Dari situ aku mengenal suara burung, yang terbang menghiasi langit yang indah dengan irama terbang yang serasi di iringi suara yang menarik perhatian semua petani sawah. Dengan suara yang dihasilkan oleh burung-burung itu membuat hati seorang petani padi tak keharuan. 

Begitu segerombolan burung pipit datang mendekati padi, banyak orang teriak dengan gaya bahasa nya tersendiri, ada yang mengunakan kata makian, tarikan keras, memainkan alat musik tradisional (seruling), pukul-pukul jerigen. Dan itu semua jenis benda yang menghasilkan suara yang lantang untuk mengusir segerombolan burung pipit supaya tidak makan padi yang mereka tanam.

Di sore itu di temani cuaca yang begitu dingin dengan panorama alam yang begitu indah yang menghiasi bola mataku. saya melihat orang-orang tetangga sawah ku lari kian-kemari. Dengan penuh semangat untuk mengusir dan menjada tanaman mereka dari gangguan burung pipit. Orangnya ramah, Baik hati, tidak sungkan dengan satu sama lain, dan saling terbuka.

Saya sangat bangga melihat orang-orang di kampung saya, begitu baik dan kolaborasinya antara sesama itu masih sangat terjaga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun