Tulisan ini saya awali dengan ucapan terima kasih, kepada semua seorang yang statusnya Ayah. yang saat ini masih berjuang untuk membangun keluarga yang harmonis dan berusaha untuk tetap menghidupkan keluarga tercinta.Â
Sore itu aku masih tidur, saya mendengar nada bicara yang tidak seimbang. Yang satu nadanya keras, yang satu lagi nadanya pelan. Saya langsung bangun dari tidur dalam hati bertanya siapa yang ribut ni?.Â
Saya lihat padahal Ayah dan Ibu lagi bertengkar. Ya bertengkar hanya karena siap yang pergi menjaga burung pipit, yang lazim di sebut oleh orang di kampung saya yaitu:Â
Lami Kaka Peti (jaga burung pipit). Di tengah pertengkaran mereka, saya langsung bilang biar saya dengan Ayah saja yang pergi ke sawah, sore itu kami berdua sama-sama berjalan menuju sawah untuk melihat keadaan padi dan ada tujuan utamanya.Â
Yaa untuk lami kaka peti (jaga burung pipit), karena musim ini. Musim di mana seorang petani terlebih khusus petani sawah, pekerjaan utama mereka itu adalah lami kaka peti (jaga burung pipit) supaya padi mereka tetap aman.
Sore itu suasananya begitu adem, tahu saja to suasana setelah hujan redah itu bagaimana?. Saya dengan Ayah berjalan pelan menuju pematang sawah, pada saat itu cuaca dingin menemani perjalan kami setibanya kami di sana. Kami langsung disuguhi dengan suasana alam sangat apik, melihat padi menunduk seperti prajurit menghormati tuannya dan buahnya mulai menguning.Â
Di saat itu aku melihat Ayah mengekspresikan wajahnya dangan menampilkan lesung yang menghiasi pipinya, padahal dari Rumah tadi Ayah sangat marah dengan Ibu. Saya melihat itu dalam hati saya mengagumi bahwa di balik senyuman seorang Ayah ada makna yang sangat bahagia.Â
Yaa artinya dia sangat gembira, melihat padi yang mulai menguning dalam hati kecilnya dia berkata, kami tidak lapar lagi karena sebentar lagi kami panen. Saya bisa menutupi utang-utang orang dengan hasil panen nanti. Mungkin dalam hatinya Ayah berkata seperti yang saya katakan akan tetapi saya tidak tahu isi hatinya.Hahahhahah
Ayah mengajak aku untuk duduk di tempat biasa, tempa itu. Namanya Tenda tempat untuk kita berteduh, berbagi cerita, dan untuk mengingat orang-orang yang kita kagumi, yaa walaupun hanya sebatas mengagumi. Tempat itu terbuat dari bambu dan atapnya dari seng bekas. Tempat yang paling strategis dan bisa melihat dari ujung ke ujung sawah. Sehingga sangat mudah untuk melihat kedatangan burung pipit dari mana arahnya.Â
Di tempat itu, saya mencicipi ubi bakar di temani secangkir kopi dan sebatang rokok. Sambil mendengar curahan hati dari seorang Ayah, Ayah bercerita tentang usaha untuk hidup.Â