Mohon tunggu...
Nurul Pratiwi
Nurul Pratiwi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis dan pengembara kehidupan saya sendiri. Tertarik dengan dunia literasi, jurnalistik, fotografi, psikologi, dan kesehatan mental.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Setiap Hari Selalu Hujan

29 Agustus 2024   17:44 Diperbarui: 29 Agustus 2024   17:48 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : unsplash.com/Alex Folguera

"Tentu. Entah mengapa tak semudah itu. Menjalin hubungan lebih dekat dengan manusia lainnya tidak membuatku nyaman sejak luka-luka dan depresi situasional itu datang dalam hidupku. Apalagi ketika aku sudah tahu tabiat manusia sejak menjalani usia 25 ini," jawabku.

"Kamu manusia juga, dan manusia tidak bisa hidup sendiri. Apa kamu tidak lelah sendirian terus?" tanya Delta, seseorang dalam diriku yang selalu humanis.

"Iya, sayangnya itu. Aku juga manusia, aku tahu manusia tidak bisa hidup sendiri, dan aku juga lelah sendirian kadang," jawabku dengan suara mulai bergetar.

Keadaan hening sejenak. Aku menghela napas pelan.

"Sudah bisa disebut hampir satu tahun setelah lulus kuliah. Sudah banyak pekerjaan yang kamu lamar, tapi belum membuahkan hasil. Usahamu sudah dikerahkan sebegitunya, sampai membuat portofolio sendiri saja terbatas di tengah segudang aktivitasmu yang memakan banyak waktumu yang terbatas, dan sudah berkian kali ditanya keluarga bahkan sampai pemilik indekos. Sudah hujan setiap harinya kamu rasakan belakangan ini. Kamu tidak ingin memayungi dirimu dari hujan ini?" tanya Charlie, seseorang dalam diriku yang kehadirannya selalu memberikan hal-hal yang membuatku mampu melakukan hal baru dalam hidup.

Aku terdiam. Benar-benar diam. Hening pun kembali menyeruak. Memayungi diriku. Aku sudah berusaha memayungi diriku, bahkan sampai ke Surabaya ini adalah salah satu payungku paling besar yang aku usahakan dan sudah aku punya. Namun, payung itu tetap membuatku basah kuyup oleh hujan itu.

"Kenapa kamu diam? Apa pertanyaanku salah?" tanya Charlie memecah keheningan.

"Tidak. Pertanyaanmu tidak salah," jawabku dengan suara kembali bergetar.

Aku menghela napas pelan. Pertanyaan Charlie tidak salah. Tidak ada yang salah dengan pertanyaan itu.

"Aku sudah melakukannya sebelum kamu mempertanyakannya, Charlie. Sampai di titik sekarang, itu sudah payungku paling besar yang aku usahakan dan aku berhasil memilikinya. Namun, kamu tahu Charlie, payung itu tetap membuatku basah kuyup oleh hujan. Apalagi hujan satu bulan belakangan ini," jawabku dengan suara yang ternyata bergetar lagi dan mata berkaca-kaca.

Tak lama keluar isak tangis dariku. Mereka menatapku lamat-lamat, dan ada yang memelukku, mengusap punggungku, memegang tanganku dan mengelus punggung tanganku. Keadaan pun hanya dipenuhi isak tangisku yang makin lama makin menjadi. Mereka membiarkan tangisku pecah, tapi hanya seseorang ini saja memelukku. Setelah tangisku mulai mereda, seseorang ini bersuara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun