Pasti semua sudah tahu, di dekat Tanimbar ada sebuah blok migas yang bernama Masela, dan ke depannya akan dieksploitasi sumber daya alam yang ada di bawahnya. Tepatnya, blok tersebut berada kurang lebih 150 kilometer ke arah Tenggara dari Kepulauan Tanimbar.
Kalau lihat peta di atas, terlihat Kepulauan Tanimbar berada di patahan Lempeng Benua. Blok Masela juga terletak di patahan. Buat yang belum tahu, tubrukan 2 lempeng selalu menghasilkan tumpang tindih. Satu Lempeng akan berada di atas, sedangkan Lempeng lainnya akan terselip ke bawah Lempeng yang di atas.
Kok bisa ada gas atau minyak di patahan? Buat yang belum tahu, selama jutaan tahun Lempeng terus bergerak. Lempeng yang ‘kalah’ (menyelip ke bawah Lempeng yang atas), akan ‘menjebak’ fosil-fosil makhluk hidup jutaan tahun lampau ke bawah Lempeng Atas. Alhasil, jadilah minyak dan gas di jutaan tahun kemudian, yang sekarang akan kita nikmati manfaatnya.
Sah-sah saja eksploitasi minyak, gas, mineral di darat maupun lautan, asalkan mendahulukan aspek keseimbangan alam di atas segala keuntungan keuangan. Jangan seperti para petinggi negara dan pakar yang katanya berilmu tinggi, tapi cuma bisa melihat pakai kacamata ‘keuntungan’, ‘laba’, ‘benefit’.
Seperti saya ulas pada artikel kemarin. Banyak pihak mendesak agar eksploitasi Blok Masela Abadi memakai metode Kilang LNG Darat atau OLNG. Metode ini akan membangun jaringan pipa gas bawah laut dari blok Masela di lautan lepas  dan akan mengalirkan gas sejauh 150 kilometer ke Kilang Raksasa di Pulau Yamdena. Kilang tersebut diperkirakan memakan lahan seluas 800 hektar.
Di artikel saya sebelumnya, sudah diulas pembangunan OLNG berarti akan membabat hutan seluas 800 hektar yang akan berdampak signifikan bagi ekosistem Pulau Yamdena. Hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) menyebutkan, ketebalan tanah Pulau Yamdena hanya 20 cm, karena ia terletak di patahan.
Tipisnya lapisan tanah Pulau Yamdena membuat hutan menjadi faktor penting menjada ekosistem darat. Pembabatan hutan 800 hektar akan mengakibatkan erosi tanah dan pengeringan sumber mata air. Itu berarti, kesuburan tanah untuk produksi pangan serta ketersediaan air Pulau Yamdena terancam, gegara pembabatan hutan untuk bangun Kilang LNG Darat (OLNG).
Silahkan baca disini untuk artikel yang sebelumnya:
Kompasiana : Kilang LNG Darat (OLNG) Rusak Ekosistem Hutan Tanimbar
Kaskus : Kilang LNG Darat (OLNG) Rusak Ekosistem Hutan Tanimbar
Blog Detik : Kilang LNG Darat (OLNG) Rusak Ekosistem Hutan Tanimbar